Berkolaborasi dalam Kompetisi, Berkompetisi untuk Kolaborasi

Alkisah di sebuah desa, ada seorang petani yang menanam jagung kualitas terbaik. Panennya selalu berhasil dan ia kerap memperoleh penghargaan sebagai petani dengan jagung terbaik sepanjang musim. Seorang wartawan lokal tertarik untuk mewawancara petani tersebut. Ia datang ke rumah petani kemudian disambut dengan ramah dan dijamu dengan baik. Dalam suasana wawancara yang hangat, ia menanyakan rahasia kesuksesan petani tersebut.

“Mudah saja, saya selalu membagi-bagikan benih terbaik yang saya miliki kepada para tetanggga”, jawab si petani. “Lho, kok bisa begitu? Apa hubungannya? Bukannya itu justru akan membuat Anda rugi dan kalah bersaing?”, tanya wartawan itu penuh keheranan. Sejenak petani itu terdiam kemudian menjelaskan, “Kami para petani ini telah diajarkan oleh alam. Angin yang berhembus menerbangkan serbuk sari dari jagung yang akan berbuah dan membawanya dari satu ladang ke ladang yang lain. Jika tetangga saya menanam jagung yang jelek, maka kualitas jagung saya akan menurun ketika terjadi serbuk silang. Jadi, jika saya ingin menghasilkan jagung kualitas unggul, maka saya harus membantu tetangga saya untuk menanam jagung yang bagus pula”.

* * *

Pilih mana kompetisi atau kolaborasi? Tidak sedikit orang yang mendikotomikan antara keduanya. Kompetisi yang bersinonim dengan persaingan kemudian diidentikkan dengan saling menjatuhkan, tingkat stres tinggi, hingga menghalalkan segala cara. Sementara kolaborasi yang bermakna kerja sama dipahami sebagai aktivitas saling membangun dan saling menguntungkan. Ibarat baik dan buruk, tentu tidak sulit menentukan pilihan. Bahkan ada yang ‘mengharamkan’ kompetisi, terutama di dunia pendidikan, karena hanya mengedepankan ego yang berbuah kerusakan, sementara setiap individu punya keunikan yang tidak bisa dan tidak seharusnya dikompetisikan.

Pembunuhan pertama oleh manusia juga didorong oleh menang – kalah dalam kompetisi. Namun bukan kompetisinya yang salah, melainkan bagaimana menyikapi kompetisi tesebut. Habil mempersembahkan kurban ternak terbaik sementara Qabil memberikan kurban hasil tani terburuk. Jika ditelaah lebih dalam, ternyata orientasi, cara berkompetisi dan bagaimana menyikapi hasil kompetisilah yang menentukan dampak dari kompetisi. Sementara kompetisi adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Kompetisi sudah dimulai sejak pembuahan sel telur oleh satu dari jutaan sperma, hingga perjalanan hidup yang hakikatnya adalah kompetisi dengan waktu. Karenanya tidak heran jika Allah memerintahkan manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, berkompetisi menuju Ridha dan Jannah-Nya.

Kompetisi akan mendorong kreativitas dan inovasi, bersungguh-sunguh untuk terus menjadi lebih baik. Hidup tanpa kompetisi adalah stagnasi di zona nyaman. Meniadakan keindahan akan dinamika hidup. Coba saja bayangkan tiada kompetisi dalam memasuki jenjang pendidikan baru, atau dalam rekrutmen karyawan, atau bahkan dalam memilih pasangan. Meniadakan kompetisi sama saja mengingkari hakikat hidup manusia. Dan jika tidak didikotomikan, kompetisi sesungguhnya membuka ruang besar untuk tercipta kolaborasi. Ya, berkolaborasi dalam kompetisi.

Dunia semakin kompetitif dan kian menyempitkan makna kompetisi. Hanya ada satu juara, yang kalah akan tergilas zaman. Paradigma kompetisi untuk ‘saling membunuh’ mendorong manusia untuk melakukan apa saja untuk dapat bertahan hidup. Ketika manusia menyadari bahwa tidak semua hal dapat dilakukan sendirian, kolaborasi menjadi opsi strategis untuk dapat terus eksis. Sayangnya, kolaborasi yang dihasilkan dari paradigma seperti ini sifatnya transaksional. Ada selama masih ada kepentingan. Untuk berkolaborasi dengan benar, perlu paradigma kompetisi yang benar. Bukan untuk mengalahkan, melainkan untuk terus berkembang. Bukan untuk memperoleh pengakuan, tetapi untuk memberikan kebermanfaatan yang lebih luas. Mengubah mindset dari win-lose menjadi win-win.

Kolaborasi adalah berbagi peran dan potensi untuk mencapai tujuan bersama tanpa harus mengeliminasi jati diri. Perbedaan adalah hal yang perlu ada dalam sebuah kolaborasi, hal itulah yang membedakannya dengan sebatas koordinasi. Kolaborasi akan memperbesar peluang pengembangan dan keberhasilan. Kemenangan milik bersama. Kolaborasi adalah berbagi untuk bisa saling melengkapi. Berbagi dan memberi, itulah makna strategis kolaborasi yang tidak dimiliki oleh kompetisi.Kolaborasi akan meredam syahwat kompetisi yang takkan pernah terpuaskan, menyeimbangkan sisi manusia sebagai makhluk sosial tidak hanya sebagai makhluk individu. Realitanya, kolaborasi mungkin tidak bisa membahagiakan dan menguntungkan semua orang, namun setidaknya tidak perlu hasil akhir yang mencelakakan atau menghancurkan pihak lain.

Hidup penuh dengan kompetisi sehingga terlibat dalam kompetisi seringkali bukan pilihan. Namun membangun paradigma kompetisi yang sehat adalah pilihan. Menggunakan cara-cara yang baik dalam berkompetisi adalah pilihan. Menyikapi kemenangan dan kekalahan dengan benar adalah pilihan yang mendewasakan. Mempersiapkan diri untuk bijak dalam menghadapi kompetisi dan hasilnya lebih realistis dibandingkan menghindari kompetisi dan berharap semua akan jadi pemenang. Namun jika kompetisi adalah keniscayaan, kolaborasi adalah pilihan. Pilihan para pemenang sejati. Betapa banyak orang yang menginjak-injak orang lain untuk mencapai puncak, dibandingkan mereka yang bergandengan tangan bersama mencapai puncak. Hampir semua manusia tengah berkompetisi, namun sedikit di antaranya yang berkolaborasi. Padahal kebermanfaatan adalah ukuran keberhasilan. Mari berlomba berkolaborasi dalam kebaikan. Berkompetisi untuk kolaborasi.

Competition make us faster, collaboration make us better

  1. Bagus tulisannya, mohon izin untuk di share di lingkungan kerja saya ya pak..

Leave a Comment


NOTE - You can use these HTML tags and attributes:
<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>