“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al Baqarah: 216)
“Saya tidak suka sepak bola, ini hanya pekerjaan saya”, begitu ungkap Gabriel Batistuta dalam sebuah wawancara. Pun beberapa waktu lalu legenda sepak bola Fiorentina ini mencoba mengklarifikasinya, pernyataan mengejutkan ini ternyata dikuatkan kesaksian Alessandro Rialti, co-writer Batistuta dalam proses penulisan otobiografinya. “Ia adalah seorang profesional yang sangat baik namun tidak benar-benar menyukai sepak bola. Begitu ia meninggalkan stadion, ia tidak ingin sepak bola merecoki kehidupannya. Ia seorang pria yang sensitif dan cerdas. Ketika kami menulis buku ini, ia datang ke kantor saya dan selama lima hari penuh berbicara mengenai keluarga dan kehidupannya di Argentina. Namun ketika membicarakan sepak bola dan karirnya, ia menjadi tidak bersemangat. ‘Catatan tentang karirku ada di sana,’ ia berkata, ‘kau bisa lihat sendiri’.”
Profesionalisme striker yang dijuluki Batigol ini tergambar dalam prestasinya bersama Timnas Argentina, yang jauh di atas Lionel Messi. Selain berhasil menjuarai Copa Amerika 1991 dan 1993, serta Piala Konfiderasi 1992, Batigol tercatat pernah membuat hattrick di dua gelaran Piala Dunia secara beruntun (dari tiga gelaran Piala Dunia yang diikutinya), sebuah catatan yang belum bisa disamai siapapun. Dan tentu butuh passion kuat untuk meraihnya. Beberapa pesepakbola lain juga ada yang menyatakan kekurangtertarikannya terhadap sepak bola. Di antaranya Christian Vieri, striker produktif Italia yang lebih menyukai kriket, bahkan menjadikan Allan Border, seorang pemain kriket Australia sebagai inspirasinya di bidang olah raga.
Secara bahasa, kata ‘passion’ bersinonim dengan antusiasme, gairah, dan semangat. Secara lebih spesifik, maknanya identik dengan preferensi atau minat besar terhadap sesuatu. Padahal gairah dengan minat ini merupakan terminologi yang berbeda, sehingga ‘bekerja dengan passion’ dan ‘bekerja sesuai passion’ memiliki makna yang berbeda. “Without passion you don’t have energy, without energy you have nothing”, demikian disampaikan Presiden AS, Donald Trump. Ketiadaan passion ini memang berbahaya, bahkan sama saja dengan ketiadaan hidup. Dan ‘without’ adalah lawan kata dari ‘with’ (dengan). Artinya, aktivitas kehidupan kita harus disertai dengan passion, agar kita benar-benar hidup. Perkara sesuai tidak dengan passion, masih bisa diperdebatkan. Bahkan kadangkala ketidaksesuaian dengan passion bukanlah pilihan. Lantas, apakah ini menjadi masalah?
“Follow your passion adalah saran terburuk”, begitu kata Mike Rowe dalam sebuah sesi talkshow TedX. Dalam acara yang dipandunya, setelah bertemu dengan banyak orang dari berbagai latar belakang pekerjaan, Rowe menyimpulkan bahwa mengikuti passion tidak serta merta membuat seseorang bahagia. “Aku bertemu peternak babi yang bekerja di tengah kandang yang sangat bau. Tapi dia menghasilkan banyak uang, dan bahagia. Dia bisa bahagia bukan karena mengikuti passion-nya terhadap babi. Siapa sih yang cinta sama babi? Dia bahagia karena pekerjaannya memberinya cukup uang, memberinya otonomi yang besar dan merasa kalau dia berkontribusi terhadap masyarakat”, demikian ungkap Rowe. Hal ini bukan berarti passion tidak penting, hanya saja bukan syarat utama untuk berbahagia.
Coba kita ingat-ingat apa minat kita sewaktu kecil, barangkali ada berbagai jawaban. Apakah jawabannya masih sama sekarang? Jika tidak, hal itu cukup menunjukkan bahwa passion bisa berubah. Apakah minat tersebut bisa menghasilkan uang? Jawabannya akan menggambarkan bahwa ada keterbatasan ketersediaan pekerjaan dibandingkan dengan passion yang ada. Kalau passionnya berdagang atau menulis mungkin bisa relevan, namun bagaimana dengan passion bermain catur atau memancing? Apalagi jika passionnya adalah makan dan tidur. Passion yang dimaknai sebagai preferensi atau minat seharusnya dibedakan dengan hobi. Tidak semua hal yang disukai dan menyenangkan lantas bisa diklaim sebagai passion. Malah ada yang mengatasnamakan tidak sesuai passion hanya sebagai dalih kemalasan, atau keengganan bekerja lebih keras. Hal ini biasanya dapat dikenali dari kebingungannya ketika ditanya apa passionnya. Daripada menyerah hanya karena rasa-rasanya tidak passion, lebih baik dijalani dengan sebuah kemungkinan justru akan menemukan passion.
Passion adalah buah dari proses, menjadi sempit jika dimaknai sebagai sesuatu yang sifatnya given. Ada yang mendefinisikan passion sebagai panggilan jiwa, tidak salah, namun perlu diingat bahwa ada proses yang menyertai. Tidak sedikit orang yang awalnya mengerjakan sesuatu yang tidak sesuai dengan passionnya, selang berapa waktu kemudian justru bisa menikmatinya. Bekerja sesuai passion akan mempertajam kompetensi sekaligus menggiringnya ke zona nyaman. Di fase transisi, banyak orang memilih aman untuk melihat passionnya sesuai dengan pengalaman masa lalu, bukan proyeksi masa depan. Padahal passion bisa berkembang. Seseorang yang punya passion wirausaha misalnya, bisa menambah modal, pengalaman, dan jaringannya dengan aktivitasnya sebagai karyawan. Atau seseorang dengan passion mengajar misalnya, bisa melatih kemampuan komunikasinya sebagai marketer. Ada sisi kreativitas dan konsistensi yang justru akan lebih teruji dengan bekerja di luar passion.
Mencintai pekerjaan adalah penting, itu namanya bekerja dengan passion. Semangat, gairah, dan kerja keras yang hadir adalah perwujudan dari amanah, tanggung jawab, dan profesionalisme. Bekerja dengan passion adalah wujud nyata dari rasa syukur. Jika ternyata pekerjaan sesuai dengan passion, itu adalah bonus, tapi bukanlah penentu produktivitas kerja. Dan bukan alasan keengganan beranjak dari zona nyaman. Kesesuaian passion dapat dibangun dan terus dikembangkan. Tidak sedikit orang yang justru kian menghebat dengan passionnya setelah melewati masa-masa penting yang tidak sesuai dengan passionnya. Syaratnya, jalani pekerjaan dengan passion, sesuai atau tidaknya dengan minat dan preferensi. Bisa jadi ada kebaikan yang banyak di dalamnya. Dalam hal ini suka tidak suka menjadi kurang penting dibandingkan amanah tidak amanah. Karena bukankah sesuatu yang kita sukai belum tentu baik bagi kita, demikian pula sebaliknya? Karenanya, mari bekerja dengan penuh passion.
“We believe people WITH passion can change the world for the better” (Steve Jobs)
Recent Comments