“Formal education will make you a living, self-education will make you a fortune” (Jim Rohn)
Memasuki tahun 2021, pandemi Covid-19 belum terlihat akan segera usai, termasuk di Indonesia. Data kasus harian per 6 Januari 2021 manunjukkan angka 8.854 kasus baru. Jumlah yang melampaui rekor kasus harian sebelumnya pada 3 Desember 2020 lalu sebesar 8.369 kasus. Dan jika melihat kurva Covid-19 di Indonesia yang masih terus menanjak, sepertinya tinggal menunggu waktu rekor kasus harian Covid-19 akan kembali dipecahkan. Optimisme untuk segera memulai pembelajaran tatap muka per Januari 2021 yang sempat muncul paska Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi sepertinya perlu ditahan kembali. Memperhatikan peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia dan dunia, satu per satu daerah ataupun institusi pendidikan justru menegaskan akan melanjutkan pembelajaran daring semester ini.
Dalam evaluasi pemerintah, semakin lama pembelajaran tatap muka tidak terjadi, semakin besar dampak negatif yang terjadi pada anak. Dampak negatif tersebut berupa ancaman putus sekolah, kendala tumbuh kembang, serta tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga. Memang jika dilihat dari sisi efektivitas pembelajaran, Belajar Dari Rumah (BDR) ini lebih punya banyak keterbatasan dibandingkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Dari segi fasilitas misalnya, tidak semua guru dan siswa memiliki gawai yang memadai, beberapa wilayah masih terkendala sinyal, dan tidak sedikit yang terkendala kuota untuk melakukan pembelajaran daring. Pembelajaran daring juga lebih terbatas waktunya. Belum lagi keterbatasan kemampuan orang tua dalam mengajar dan mendampingi selama BDR, baik dari segi waktu maupun kompetensi. Secara teknis, pembelajaran daring juga lebih sulit dalam membangun, menjaga, dan memastikan siswa fokus belajar. Siswa juga relatif lebih cepat bosan karena kehilangan suasana bersosialisasi dengan teman-temannya. Dan masih banyak catatan lain dalam implementasi pembelajaran daring.
Sayangnya, PTM bukan solusi juga untuk pendidikan di masa pandemi. Pembelajaran daring tetap harus dilanjutkan, dengan beberapa perbaikan (improvement) dari apa yang sudah berjalan mulai Maret 2020 lalu. Pembelajaran daring tahun lalu memang masih sangat kacau. Komponen pendidikan mulai dari guru, siswa, orang tua, pemerintah, hingga kurikulum dan infrastruktur seakan terkaget-kaget. Jauh dari kata siap. Tahun ini seharusnya komponen pendidikan tersebut bisa lebih beradaptasi dengan kondisi yang ada. Ekosistem pendidikan daring dapat lebih baik dipersiapkan. Komunikasi dan pembagian peran antara guru dengan orang tua juga bisa lebih apik. Metode pembelajaran yang paling tepat juga seharusnya sudah mulai terlihat. Ada karakteristik pendidikan di setiap jenjang pendidikan, di masing-masing wilayah yang dapat ditemukenali. Sehingga pendidikan di masa pendemi ini tidak hanya mengenal satu pola solusi pembelajaran.
Dalam hal kompetensi keterampilan dan praktikum, pembelajaran daring memang tidak akan seefektif pembelajaran tatap muka. Pun demikan dalam hal kompetensi sikap dan perilaku. Namun bukan berarti tak ada yang bisa dilakukan. Sebagaimana materi dan kurikulum pendidikan di masa pandemi dapat disesuaikan dan disederhanakan, pendidikan praktik dan pendidikan karakter pun dapat disesuaikan dan disederhanakan. Bukan dihilangkan karena berbagai keterbatasan. Bagaimanapun, pendidikan adalah pembelajaran yang menyeluruh. Bahkan dalam pembelajaran daring yang turut membuka akses informasi lebih luas ke peserta didik, pendidikan karakter justru harus dikuatkan.
Pembelajaran daring sebenarnya menjadi tantangan untuk optimalisasi teknologi informasi dalam dunia pendidikan. Hal ini bisa jadi peluang pengembangan pendidikan terutama untuk siswa pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Di tengah begitu berkembangnya teknologi informasi, keaktifan dan kemandirian peserta didik dalam belajar juga perlu semakin dibiasakan. Bagi guru dan orang tua sebagai pendidik, kondisi ini juga dapat mengupgrade kemampuan literasi teknologi informasi dan komunikasi mereka agar tidak ketinggalan zaman. Pembelajaran daring juga mampu merangsang kreativitas dan inovasi pembelajaran. Setelah pandemi terkendali dan masa pembelajaran daring selesai, di masa transisi kemungkinan pembelajaran juga masih akan menggunakan system hybrid. Jadi sebagaimana pola Work from Home (WfH), BDR bisa jadi tidak benar-benar akan ditinggalkan. Dan jika fase transisi ini ternyata butuh waktu lebih lama, bukan tidak mungkin pola hybrid ini yang akan menjadi ‘new normal’ dalam dunia pembelajaran. Karenanya kemahiran dalam beradaptasi terhadap pembelajaran daring ini begitu krusial, tidak hanya untuk hari ini tetapi juga di masa mendatang.
Bagaimanapun, pembelajaran tatap muka memang tidak tergantikan. Ada komponen pendidikan yang seakan menghilang dengan hanya pembelajaran daring. Namun kesehatan dan keselamatan masyarakat juga perlu diutamakan. Pembelajaran daring akan lebih efektif dalam mengurangi penyebaran Covid-19 dengan catatan siswa disiplin menerapkan protokol kesehatan di lingkungan sekitarnya. Jika siswa dan masyarakat abai ya sama saja, malah pembelajaran tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan ketat bisa jadi lebih bermanfaat. Menjadi penting bagi stakeholder pendidikan untuk segera beradaptasi dengan pembelajaran daring dan berkolaborasi menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung pembelajaran. Kita tak tahu sampai kapan pembelajaran yang kurang ideal ini masih akan terus berlangsung. Semoga pandemi ini segera berlalu sehingga proses pendidikan dan pembelajaran bisa lebih efektif. Bukan sekadar kembali melakukan pembelajaran tatap muka yang belum tentu efektif. Namun terus memperbaiki sistem pendidikan dan pola pembelajaran agar semakin efektif.
“Learning is not the product of teaching. Learning is the product of the activity of learners.” (John Holt)
Recent Comments