Antara Do’a dan Perjuangan

Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian. Sakit-sakit dahulu, susah-susah dahulu, baru kemudian bersenang-senang. Pahit rasanya empedu, manis rasanya gula. Sakit-sakit dahulu, susah-susah dahulu, baru kemudian berbahagia. Berjuang (berjuang), berjuang sekuat tenaga. Tetapi jangan lupa perjuangan harus pula disertai doa. Rintangan (rintangan), rintangan sudah pasti ada. Hadapilah semua dengan tabah juga dengan kebesaran jiwa” (‘Perjuangan dan Do’a’, Rhoma Irama)

Do’a tanpa berjuang adalah kosong, berjuang tanpa do’a adalah sombong’, demikianlah hubungan erat antara do’a dan perjuangan. Sejak zaman dahulu, do’a memang senantiasa mengiringi perjuangan. Dalam Al Qur’an banyak sekali lantunan do’a yang mengiringi perjuangan para Nabi. “Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar. Dan tidak lain ucapan mereka hanyalah doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS. Ali ‘Imran: 146-147). Salah satu do’a yang mengiringi perjuangan adalah do’a pasukan Thalut ketika menghadapi pasukan Jalut yang jauh lebih banyak, mereka berdo’a, “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kokohkanlah langkah kami dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 250).

Dalam hadits juga banyak ditemukan riwayat mengenai do’a-do’a yang mengiringi perjuangan Rasulullah SAW dan kaum muslimin. Salah satu do’a Rasulullah SAW yang dikenal adalah ketika perang Badar, beliau menghadap kiblat, menengadahkan kedua belah tangannya dan berdoa, “Ya Allah, wujudkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku… Ya Allah, berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku… Ya Allah, jika Engkau binasakan tentara Islam ini, Engkau tidak akan diibadahi di muka bumi ini…” Hadits yang cukup panjang ini dimuat dalam Shahih Muslim dari Umar bin Khattab r.a, dan ditutup dengan turunnya ayat Al Qur’an sebagai pertanda diijabahnya do’a Rasulullah SAW. “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu. Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al Anfal: 9).

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya’, demikian kalimat pembuka alinea ketiga Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hasil akhir suatu perjuangan memang menjadi ketentuan yang Allah SWT tetapkan. Manusia hanya bisa berjuang dengan segenap kemampuan, namun Allah SWT jua yang menentukan. Do’a adalah senjata penguat perjuangan yang dapat memengaruhi hasil akhir. Karena do’a sebegitu dahsyatnya sampai bisa mengubah takdir yang masih bisa diubah. Do’a merupakan komponen penting yang menentukan keberhasilan.

Dengan mengesampingkan para materialis yang tidak meyakini do’a dan hal-hal yang sifatnya spiritual, terkait hubungan do’a dengan perjuangan ini masih ada beberapa kekeliruan dalam implementasinya. Pertama, mereka yang tidak banyak berjuang atau belum optimal dalam berjuang, namun meyakini do’a akan menutupinya sehingga kemenangan pun sudah tinggal menunggu waktunya. Mereka lupa bahwa diijabahnya suatu do’a ada serangkaian prasyaratnya, salah satunya adalah sudah maksimalnya ikhtiar. Kedua, mereka yang memandang do’a sebatas pelengkap perjuangan, hanya ada di akhir setelah lelah berjuang. Ini juga tidak tepat, sebab do’a sejatinya mengiringi perjuangan sejak awal hingga akhir. Bahkan do’a akan memperkuat langkah seseorang untuk mulai menapaki medan juang.

Ada juga mereka yang beranggapan tujuan akhir perjuangan adalah kemudahan, sehingga do’anya adalah keberhasilan yang menjanjikan kenyamanan tanpa proses yang menyulitkan. Sejatinya kehidupan adalah sekumpulan ujian, sekumpulan perjuangan. Kehidupan tidak pernah menjanjikan kemudahan, apalagi perjuangan. Alih-alih berdo’a untuk diringankan beban perjuangan, akan lebih baik untuk memohon bahu yang lebih kokoh untuk memikul beban perjuangan. Sebab besarnya ujian dan tingginya pengorbanan dalam berjuang, akan seiring dengan meningkatnya kualitas seseorang. Semoga kita diberikan kemampuan untuk terus ada di medan juang, terus berjuang, meningkat kualitasnya dengan gemblengan perjuangan, dan akhirnya dapat menikmati akhir dari kenikmatan berjuang. Di dunia. Dan di akhirat kelak. Aamiiin…

Tuhanku, bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk menyadari manakala ia lemah. Dan cukup berani untuk menghadapi dirinya sendiri manakala ia takut. Manusia yang memiliki rasa bangga dan keteguhan dalam kekalahan, rendah hati dan jujur dalam kemenangan. Bentuklah puteraku menjadi seorang yang kuat dan mengerti, bahwa mengetahui serta mengenal diri sendiri adalah dasar dari segala ilmu yang benar. Tuhanku, janganlah puteraku Kau bimbing pada jalan yang mudah dan lunak. Biarlah Kau bawa dia ke dalam gelombang dan desak kesulitan tantangan hidup. Bimbinglah puteraku supaya dia mampu tegak berdiri di tengah badai serta berwelas asih kepada mereka yang jatuh. Bentuklah puteraku menjadi manusia berhati bening dengan cita-cita setinggi langit. Seorang manusia yang sanggup memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Seorang manusia yang mampu meraih hari depan tapi tak melupakan masa lampau. Dan setelah segala menjadi miliknya semoga puteraku dilengkapi hati yang ringan untuk bergembira serta selalu bersungguh-sungguh namun jangan sekali-kali berlebihan. Berikan kepadanya kerendahan hati, kesederhanaan dan keagungan yang hakiki, pikiran cerah dan terbuka bagi sumber kearifan dan kelembutan dari kekuatan yang sebenarnya sehingga aku, orang tuanya, akan berani berkata: ’hidupku tidaklah sia-sia’.” (Do’a Douglas Mac Arthur* kepada puteranya, ditulis pada masa-masa paling sulit di awal Perang Pasifik)

*Douglas Mac Arthur merupakan salah satu perwira perang dunia II dari Amerika Serikat yang akhirnya dianugerahi Jenderal Bintang Lima, dan turut berjasa merebut Papua dari cengkraman Jepang

Skuad FPL Muslim 2022/2023

I am not a superstar or an ego. I am just the same as I always was: Someone who plays football.
(N’Golo Kanté)

Kompetisi sepakbola Eropa kembali bergulir, lebih cepat daripada jadwal biasanya karena akan ada gelaran Piala Dunia 2022 di akhir tahun ini yang akan memotong jalannya kompetisi. Dari lima top liga di Eropa, menyisakan La Liga Spanyol dan Serie-A Italia yang belum memulai kompetisi, dan baru akan memulainya di pekan ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Premier League mendapat sorotan besar. Apalagi Bundesliga Jerman dan Ligue 1 Perancis memulai kompetisinya dengan ‘sangat biasa’. Bayern Munich memulai Bundesliga dengan kemenangan telak 1-6 di kandang Eintracht Frankfurt. Sehari berselang, PSG membantai tuan rumah Clermont Foot lima gol tanpa balas. Bayern Munich dan PSG selaku juara bertahan mengakhiri pekan pertama sebagai pemuncak klasemen dengan selisih lima gol. Tidak menarik.

Premier League sedikit berbeda, walaupun tidak sampai level sangat mengejutkan juga. Pekan pertama diawali dengan kemenangan tandang Arsenal atas Crystal Palace dan diakhiri dengan kemenangan tandang Manchester City atas West Ham dengan skor serupa 0-2. Puncak klasemen sementara ditempati Tottenham Hotspur yang berhasil comeback dan meraih kemenangan kandang 4-1 atas Southampton. Di pertandingan lainnya, Chelsea berhasil menang di kandang Everton lewat satu gol penalti. Sementara Liverpool harus puas dengan hasil imbang di kandang tim promosi Fulham. Tim promosi lainnya, Bournemouth secara mengejutkan menumbangkan Aston Villa dua gol tanpa balas. Sementara di pertandingan lainnya, Manchester United dipermalukan Brighton 1-2 di Old Trafford.

Hal menarik yang mengiringi gelaran Premier League adalah Fantasy Premier League (FPL) yang merupakan salah satu game online yang banyak disukai dan diikuti hampir 8 juta akun di gameweek pertama. Dalam FPL ada 15 pemain yang perlu dipilih dalam satu tim yang terdiri dari 2 kiper (GK), 5 bek (DEF), 5 pemain tengah (MID), dan 3 penyerang (FWD). Dari 15 pemain tersebut dipilih starting eleven yang setidaknya memiliki 1 GK, 3 DEF, 3 MID, dan 1 FWD, sehingga memungkinkan adanya berbagai formasi: 3-4-3, 3-5-2, 4-3-3, 4-4-2, 4-5-1, 5-3-2, dan 5-4-1. Setiap user diberikan modal awal 100 juta euro untuk belanja pemain. Pemain favorit atau unggulan memiliki harga yang lebih tinggi sehingga dalam sebuah tim akan memiliki keterbatasan untuk memenuhinya dengan pemain-pemain terbaik. Menariknya, skor yang dihasilkan ditentukan oleh performa pemain dalam pertandingan sebenarnya. Dengan banyaknya pemain Premier League di berbagai posisi, tentunya akan ada banyak kombinasi pemain yang dipilih. Lantas, mungkinkah menyusun tim FPL yang berisi pemain-pemain muslim yang berlaga di Premier League?

Terdapat lebih dari 40 pesepakbola muslim yang terdaftar bermain di Liga Inggris tahun ini. Masih cukup banyak walau berkurang beberapa pemain di bursa transfer musim panas ini seperti Sadio Mane yang ke Bayern Munich dan Rudiger ke Real Madrid. Namun untuk memilih 15 pesepakbola muslim dalam satu tim FPL ternyata tidak mudah karena sebagian besar pemain tersebut ada di posisi MID dan DEF. Apalagi tidak sedikit di antaranya yang hanya jadi pemain pelapis di klubnya. Beberapa di antaranya juga belum bisa bermain akibat cedera. Alhasil, untuk posisi GKP misalnya, hanya bisa ditempati oleh Edouard Mendy (CHE/5.5) dan Asmir Begovic (EVE/4). Begovic sendiri hanyalah pelapis Pickford di Everton, musim lalu hanya bermain di tiga laga Premier League. Sementara untuk posisi FWD hanya tersedia nama Kelechi Iheanacho (LEI/6.5) dan Patson Daka (LEI/6) yang hanya menjadi pelapis Vardy di Leicester. Kemudian ada Eddie Nketiah (ARS/7) yang menjadi pelapis Jesus di Arsenal, serta Halil Dervisglu (BRE/4.5) yang menjadi pelapis Wissa di Brentford.

Di posisi bek, pesepakbola muslim yang masih jadi pemain inti di klubnya juga terbatas. Ada Rayan Ait-Nouri (WOL/4.5), Kurt Zouma (WHU/4.5), M. Salisu (SOU/4.5), Wesley Fofana (LEI/4.5), Tosin Adarabioyo (FUL/4.5), dan rekrutan anyar Chelsea K. Koulibaly (CHE/5.5). Adapun Tariq Lamptey (BHA/4.5) hanya menjadi pengganti Trossard di laga melawan MU. Sementara Caglar Soyuncu (LEI/4.5) dan Malang Sarr (CHE/5) malah belum diturunkan. Ada juga nama seperti Ibrahima Konate (LIV/5) dan Nayef Aguerd (WHU/5) yang masih cedera. Posisi MID adalah posisi favorit pesepakbola muslim. Ada M. Salah (LIV/13) yang langsung menunjukkan kualitasnya sebagai pemain termahal di FPL dan dipilih sekitar 5 dari 8 orang yang bermain FPL. Selain Salah, ada juga Ilkay Gundogan (MCI/7.5), N’golo Kante (CHE/5), Jordan Ayew (CRY/5.5), Granit Xhaka (ARS/5), Abd. Doucoure (EVE/5.5), Cheick Doucoure (CRY/5), Moussa Djenepo (SOU/5), dan Boubacar Kamara (AVL/5) yang bermain sebagai starter di klubnya masing-masing. Nama lain seperti Riyad Mahrez (MCI/8) masih menjadi pelapis Foden, Benrahma (WHU/6) masih menjadi pelapis Lanzini, dan Ibrahima Diallo (SOU/4.5) juga masih menjadi pelapis Romeu di laga perdana. Sementara itu, pesepakbola muslim lainnya seperti Hakim Ziyech (CHE/6), M. Elyounoussi (SOU/5.5), Boubakary Soumare (LEI/4.5), M. Elneny (ARS/4.5), Nampalys Mendy (LEI/4.5), Anwar El Ghazi (AVL/5), Bertrand Traore (AVL/5), Hamza Choudhury (LEI/4.5), Siriki Dembele (BOU/5), Amad Diallo (MUN/4.5), Zidane Iqbal (MUN/4.5), dan Pape Sarr (TOT/4.5) masih harus menunggu kesempatan untuk dapat bermain. Adapun Naby Keita (LIV/5) dan Adama Traore (WOL/5.5) masih dibekap cedera.

Skuad FPL 15 pesepakbola muslim terpilih hanya senilai 86 juta euro, terbilang sangat murah. Dengan formasi 4-5-1 dan Salah sebagai kaptennya, perolehan poin di gameweek 1 maksimal hanya 59 poin, hanya sedikit di atas rata-rata poin gameweek 1 (57 poin). Ada Mendy (GKP) dengan 7 poin dan Salah (MID) dengan 12 poin, pesepakbola muslim yang masuk daftar team of the week. Untuk bisa lebih bersaing, sepertinya perlu menghadirkan pesepakbola muslim di luar posisi MID. Untuk posisi GKP ada Yassine Bounou (Sevilla), Samir Handanovic (Inter Milan), atau Altay Bayindir (Fenerbahce). Untuk posisi FWD ada Karim Benzema (Real Madrid), Ben Yedder (Monaco), Moussa Dembele (Lyon), atau Mehdi Taremi (Porto) yang musim lalu mencetak lebih dari 20 gol. Akhirnya, kompetisi baru dimulai, banyak kejutan yang mungkin saja bisa terjadi. Nikmati saja permainannya tanpa fanatik berlebihan. Mari tempatkan hiburan dan permainan sebagai sesuatu yang menyenangkan, bukan beban yang terus menyita waktu dan pikiran.

We’re just human beings. In the end, you do your job. I do my job in the best way I can.”
(Mohamed Salah)

Selamat Tahun Baru 1444 Hijriyah

Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.” (QS. At Taubah: 36)

Tidak seperti gegap gempita peringatan tahun baru masehi, pergantian tahun hijriyah relatif disambut ‘dingin’. Tidak seperti penetapan waktu dua hari raya yang sidang itsbatnya ramai diberitakan dan hasilnya pun dinantikan. Apalagi jika terjadi perbedaan dalam penentuan waktu Idul Fitri atau Idul Adha. Pergantian bulan Muharram berlangsung senyap. Angka ‘cantik’ 1444 juga tidak cukup mendongkrak syiar Tahun Baru Islam. Apalagi tahun ini 1 Muharram bertepatan dengan hari Sabtu, dimana banyak sekolah dan perkantoran juga libur, sehingga libur 1 Muharram semakin tidak terasa.

Memang pergantian waktu –detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun—sebenarnya  bukan sesuatu yang begitu spesial sehingga harus dirayakan secara spesial. Apa pula yang perlu dirayakan dari berkurangnya usia dan semakin dekatnya kita dengan kiamat, baik kiamat sughra maupun kiamat kubra. Pun demikian momentum syiar Islam seharusnya bisa dimanfaatkan. Jauh lebih banyaknya orang-orang yang hapal bulan dari Januari sampai Desember, dibandingkan hapal bulan dari Muharram sampai Dzulhijjah, menjadi gambaran betapa kurang tersyiarkannya kalender hijriyah ini. Padahal landasan penetapan kalender hijriyah beserta nama-nama bulannya lebih beralasan dibandingkan landasan penetapan kalender masehi beserta nama-nama bulannya. Dan ketika pergantian tahun masehi banyak diisi dengan perbuatan sia-sia, bahkan perbuatan dosa, momentum pergantian tahun hijriyah semestinya dapat diisi dengan ibadah dan perbuatan baik, serta menjadi momentum hijrah ke arah yang lebih baik.

Muharram, yang merupakan bulan pertama dalam penanggalan hijriyah sekaligus salah satu dari empat bulan haram (suci), sejatinya memiliki banyak keutamaan. Tidak seperti bulan lainnya, Al Muharram adalah nama pemberian Allah SWT setelah sebelumnya bulan ini dikenal sebagai Shafar Awwal. Tak heran, Muharram dijuluki Syahrullah (Bulan Allah) sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim). Tidak hanya disebut sebagai Syahrullah, dalam hadits ini juga disebutkan keutamaan puasa (sunnah) di bulan Muharram. Imam Hasan Al Bashri berkata, “Sesungguhnya Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharram) dan menjadikan akhir tahun dengan bulan haram (Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadhan, yang lebih mulia di sisi Allah dari pada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan Syahrullah Al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini.”.

Di bulan Muharram juga terdapat satu hari yang mulia, yaitu hari Asyura’ tanggal 10 Muharram. Dari Ibnu Abbas r.a., beliau menceritakan, “Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa-pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah. Akhirnya Rasulullah SAW bersabda, “Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa dari pada kalian.” kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk puasa.” (HR. Al Bukhari). Dalam riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW mengatakan bahwa puasa Asyura’ dapat menghapus dosa setahun yang telah berlalu. Banyak peristiwa penting yang terjadi di bulan ini di antaranya diterimanya taubat Nabi Adam a.s., diselamatkannya Nabi Nuh a.s. dari banjir besar dan Nabi Yunus a.s. dari perut ikan. Namun tulisan ini tidak akan membahas detailnya, termasuk terkait puasa Tasu’a untuk menyelisihi puasanya orang Yahudi.

Berbagai keutamaan itu sebenarnya cukup untuk syi’ar Muharram sebagai momentum memperbaiki diri dan berbuat baik. Apalagi ada tradisi Idul Yatama (Hari Raya Anak Yatim) di bulan Muharram ini –terlepas dari anjuran menyantuni anak yatim adalah sepanjang tahun tidak hanya di bulan Muharram—semakin menambah banyak amunisi syi’ar kebaikan. Sayangnya, syi’ar Muharram ini masih relatif senyap. Jangankan dibandingkan dengan gegap gempita pergantian Tahun Baru Masehi yang biasanya sudah digaungkan sebelum libur Natal, bahkan dibandingkan isu ‘ga penting’ semisal perceraian artis, ulah para ABG mencari sensasi, atau kriminalitas oleh oknum aparat, syi’ar Muharram masih kalah viral. Sekadar ucapan Selamat Tahun Baru 1444 Hijriyah di media sosial saja tidak ramai. So, Happy Islamic New Year 1444 Hijriyah! Keep Spirit and do the best for the world and hereafter. May all our wishes come true and become a better person.

Tuhanku, Kau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Atas karunia-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang mulia, Kau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis dan para walinya di tahun ini. Aku pun mengharap pertolongan-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku memohon bimbingan agar aktivitas keseharian mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan…

Buatlah Kegaduhan, Selagi Cari Sensasi Masih Halal

Teko hanya mengeluarkan isi teko. Kata-kata mencerminkan isi hati. Hati yang baik akan mengatakan yang baik, begitu pula sebaliknya.” (Aa Gym)

Penetapan logo halal terbaru yang diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag membuat gaduh. Penetapan label halal yang dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal dan berlaku secara nasional tersebut menuai kontroversi. Sebenarnya, standardisasi dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk sertifikasi halal memang sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah, sementara ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menerbitkan logo halal secara legal formal adalah Organisasi Masyarakat (Ormas), bukan badan atau lembaga pemerintah.

Bukan tanpa alasan penetapan logo halal yang baru ini banyak memperoleh cibiran. Pertama, perubahan logo bukanlah hal yang urgen dan substantif. Tak heran ada meme yang menyindirnya dengan langkanya minyak goreng. Ketika ada isu besar yang menyoroti pemerintah, sudah menjadi lumrah ada kebijakan atau statement remeh tidak popular yang kemudian dikelola menjadi kegaduhan. Perubahan logo juga tidak berkolerasi langsung terhadap persoalan sertifikasi halal, berbeda dengan edukasi dan pendampingan UMKM, misalnya. Intinya, kebijakan ini dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak perlu.

Kedua, perubahan logo di tengah kondisi pemerintah yang sedang butuh uang untuk membangun Ibu Kota Negara (IKN) baru justru memunculkan spekulasi baru. Apalagi baru pekan lalu MUI mengingatkan pemerintah agar tidak cap penceramah radikal hanya karena kritik pemerintah. Imbauan ini muncul setelah pada awal bulan Maret ini Presiden Jokowi berpesan kepada TNI-Polri untuk tidak mengundang penceramah radikal dan tidak ikutan debat soal IKN. Coincidence? I think not! Terkesan ada aroma bisnis pula. Bagaimanapun, perubahan administrasi, apalagi skala nasional, adalah proyek besar. Belum lagi dampak mekanisme penerbitan sertifikasi halal ke depannya yang dikelola langsung oleh pemerintah.

Ketiga, tidak sedikit kegaduhan yang dibuat pejabat negara belakangan ini, khususnya ketika ada isu khusus yang sedang disoroti. Kegaduhan yang jika ditanggapi membuang energi, jika dibiarkan semakin menjadi-jadi. Apalagi sosok Menteri Agama bukan kali ini saja membuat gaduh. Belum ada sebulan ketika Gus Yaqut menjadi sorotan publik usai mengeluarkan pernyataan kontroversial seakan membandingkan suara toa masjid dengan gonggongan anjing. Kemudian dalam sebuah webinar yang digelar oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 24 Oktober 2021 lalu, Yaqut mengungkapkan bahwa jabatan Menteri Agama bukan merupakan hadiah negara untuk umat Islam secara keseluruhan, melainkan hanya untuk NU. Pernyataan kontroversial tersebut bahkan membuat beberapa pihak sampai mengusulkan pembubaran Kementerian Agama. 5 April 2021 lalu, Gus Yaqut juga melontarkan pernyataan kontroversi yang berharap semua agama bisa diberi kesempatan untuk memulai doa dalam suatu acara formal. Tahun lalu juga beredar video Gus Yaqut mengucapkan selamat hari raya Naw-Ruz 178 EB ke komunitas Baha’i, sementara Baha’i oleh MUI diangga sebagai aliran sesat. Bahkan sehari usai dilantik menjadi Menteri Agama pada 24 Desember 2020, Gus Yaqut menyebut jika negara harus melindungi semua kaum yang ada termasuk Syiah dan Ahmadiyah.

Keempat, tidak sedikit masyarakat yang skeptis dan kehilangan kepercayaan pada pemerintah, walaupun sudah sewajarnya hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikelola oleh negara. Hal ini tentunya tidak terlepas dari track record pemerintah, terutama dalam hal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Ironisnya, Kementerian Agama (Kemenag) termasuk yang terkorup, KPK bahkan pernah menempatkan Kemenag sebagai kementerian dengan indeks integritas terendah. Pada 2005, mencuat kasus korupsi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Dana Abadi Umat di Departemen Agama tahun 2003-2005 yang melibatkan mantan Menteri Agama, Said Agil Husin al Munawar dan mantan Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji (BIPH), Taufik Kamil yang merugikan negara hingga 719 Miliar rupiah. Said Agil ini sempat tenar ketika menjabat karena memerintakan penggalian ‘harta karun’ di kompleks Prasasti Batutulis. Kemudian pada 2011-2012, sejumlah pejabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DR) dan pejabat Kemenag mengorupsi dana untuk pengadaan Alquran dan Laboratorium Madrasah. Kemudian ada kasus Penyalahgunaan Dana Haji dan Biaya Operasional Menteri yang dilakukan oleh mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali. Selanjutnya, pada 2019 lalu ramai kasus jual beli jabatan yang melibatkan Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin, dan Kepala Kanwil Kabupaten Gresik, Muafaq Wirahadi.

Last but not least, desain logo halal baru tak kalah kontroversialnya. Penjelasan panjang dan filosofis terkait makna logo baru jauh dari kata memuaskan. Misalnya sejak kapan warna ungu bermakna keimanan. Logo halal baru memang anti-mainstream, logo halal di banyak negara –baik Islam sebagai agama mayoritas ataupun minoritas—lebih mirip dengan logo halal lama, tanpa lingkaran bertuliskan ‘Majelis Ulama Indonesia’, tentunya. Sederhana, jelas, dan umum. Halal itu jelas. Tidak sedikit pula yang mengkritisi logo baru yang kurang tepat dari perspektif seni kaligrafi. Dan menjadikan gunungan sebagai perwajahan logo halal baru bisa dikatakan sebagai blunder besar. Gunungan wayang identik dengan orang Jawa, tidak mewakili keindonesiaan. Alih-alih menghadirkan nuansa Islam nusantara, kesan yang terasa justru nilai primordialisme dan sukuisme. Alhasil, ramai netizen membuat logo halal baru sesuai kekhasan daerahnya masing-masing, semisal Sumatera Barat dengan rumah gadang-nya, atau Sumatera Selatan dengan jembatan amperanya. Akhirnya, banyak sekali dijumpai logo halal tandingan yang beredar di dunia maya.

Sekontroversial apapun, atau dikritik sebanyak apapun, logo halal baru sudah ditetapkan dan efektif digunakan per 1 Maret 2022 lalu. Belajar dari kasus Roy Suryo yang melaporkan Gus Yaqut terkait penistaan agama bulan lalu, justru balik dilaporkan karena pencemaran nama baik, tampaknya semuanya akan aman ke depannya. Para pendukung pemerintah terjamin keamanannya setidaknya sampai 2024, apalagi kalau Jokowi diperpanjang 3 periode. Karena waktu menuju 2024 semakin sempit, ‘aji mumpung’ harus dioptimalkan. Kebijakan dan legacy perlu segera dibuat mumpung masih punya kewenangan. Seperti yang sudah-sudah, toh nanti isunya akan menguap dan tergantikan. Apalagi publik di Indonesia relatif ‘mudah lupa’. Kegaduhan pun diselesaikan dengan kegaduhan yang lain. Skema ini bisa diulang berkali-kali. Setidaknya selama ‘cari sensasi’ masih halal untuk dilakukan. Hanya butuh waktu kurang dari 15 bulan, seorang Yaqut Cholil Qoumas dikenal di penjuru nusantara. Dan tampaknya masih akan ada rangkaian kegaduhan yang semakin mempopulerkan namanya ke depannya.

Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah)

Ramadanmu, Mau Jadi Apa?

Lepaskanlah. Maka besok lusa, jika dia cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu…” (Tere Liye dalam ‘Rindu’)

Apa hal pertama yang terlintas dalam pikiran kita ketika disebutkan kata ‘Ramadan’? Puasa makan dan minum dari fajar hingga petang? Shalat tarawih dan lailatul qadr? Kebisingan bangunin orang untuk sahur? Ngabuburit? Ta’jil dan buka puasa bersama? THR? Mudik lebaran? Atau iklan sirup di TV? Ramadan memang bisa memberikan kesan yang berbeda pada setiap orang. Karenanya, ada yang gembira menyambutnya –dengan beragam alasan masing-masing–, ada yang biasa saja, bahkan (mungkin) ada yang terganggu akan kedatangannya. Barangkali karena shaum atau berpuasa juga bermakna ‘menahan diri’. Ada kebiasaan yang perlu ditahan, nafsu dan keserakahan yang perlu diredam, ataupun kesenangan yang perlu dibatasi.

Bagi banyak orang yang akan kembali bertemu dengan Ramadan, atau dengan kata lain tahun ini bukan Ramadan pertama baginya, tentu Ramadan sebelumnya sudah memberikan kesan tertentu. Kesan inilah yang turut menentukan apa yang dirindukan dari Ramadan. Ibarat ada tamu istimewa yang akan datang setiap tahunnya, tentu ada kesan yang tertinggal. Bisa jadi keramahtamahannya, senyumannya, kecerdasannya, kebijaksanaannya, atau hal lainnya. Kesan itulah yang dirindukan. Jika tanpa kesan, barangkali memang tidak ada kerinduan. Menariknya, kesan yang dirindukan inilah yang nantinya turut menentukan apa yang nanti akan diterima. Besarnya persiapan juga seringkali berbanding lurus dengan besarnya kerinduan. Tidak bersiap-siap untuk menyambut bisa jadi menggambarkan tiada kerinduan.

Lebih jauh lagi, akan seperti apa kesudahan Ramadan, erat kaitannya pula dengan kerinduan ini. Mereka yang benar-benar rindu akan Ramadan bukan hanya akan menyambut kedatangannya dengan suka cita, namun tidak benar-benar meninggalkannya saat Ramadan harus pergi. Buat mereka, Ramadan tidak pernah benar-benar pergi, ia tetap ada disini, menanti kehadirannya kembali, meninggalkan jejak dalam aktivitas sehari-hari. Karenanya, tak perlu ada kerepotan yang luar biasa dalam menyambut kedatangannya, sebab persiapannya sudah dijaga sepanjang tahun. Pembuktian kerinduan seperti inilah yang akan memudahkan proses madrasah Ramadan untuk membentuk insan bertaqwa yang senantiasa bertambah kebaikan setiap tahunnya.

Alumni Ramadan memiliki nilai akhir yang beragam. Ada yang lulus secara memuaskan, ada yang biasa saja, ada juga yang gagal, entah disadari atau tidak. Yang paling merugi adalah mereka yang gagal dan tidak diberikan kesempatan untuk mengulang tahun depan. Karenanya dianjurkan untuk memposisikan bahwa bisa jadi Ramadan ini adalah Ramadan terakhir sehingga kita bisa optimal dalam menjalani prosesnya. Hasil akhir mutlak menjadi kewenangan Allah SWT untuk menilainya, kita hanya bisa berikhtiar dan berdo’a. Ikhtiar itu bisa diawali dengan membangun kesan positif akan kehadiran Ramadan, sehingga ada harapan yang membuncah, disertai dengan mempersiapkan segala sesuatunya seoptimal mungkin, dan membersamainya ketika datang seproduktif mungkin.

Dan tamu itu tak lama lagi akan datang, entah kesan dan hasil seperti apa yang akan ditinggalkannya kali ini. Yang jelas, waktu untuk melakukan persiapan tidak banyak, bahkan kunjungannya pun sebenarnya teramat singkat. Perlu perencanaan matang agar tiap jenak waktu berharga ke depannya bisa dimanfaatkan sesuai dengan yang kita harapkan. Agar Ramadan kita penuh makna, tidak hanya mendapat lapar dan dahaga. Agar di akhir nanti kita bisa melepas kepergiannya dengan air mata kebahagiaan, bukan penyesalan. Agar kebaikan dan keberkahannya senantiasa terus mengalir, bahkan setelah kepergiannya.

Ramadanmu, mau jadi apa? Tentunya #jadimanfaat. Bismillah…

Keunggulan kita atas orang lain tidak ditentukan oleh kenyataan bahwa kita lebih berkuasa, lebih pandai atau lebih kaya. Melainkan ditentukan oleh tingkat manfaat kita atas orang banyak.” (Cak Nun)

Dr. Stone: Akhir Perjalanan Penggila Sains

Manusia suatu saat pasti akan mati, tetapi ilmu mereka tidak akan mati” (Ishigami Senku – Dr. Stone)

Setelah lima tahun, manga berjudul ‘Dr. Stone’ yang serialnya dimuat dalam majalah Weekly Shonen Jump sejak Maret 2017 akhirnya tamat pada chapter 232 di awal Maret ini. Manga yang ditulis oleh Riichiro Inagaki dan diilustrasikan oleh Boichi ini juga sudah dianimasikan dan animenya sudah ditayangkan sejak Juli 2019 lalu. Shuonen bergenre science-fiction adventure ini menceritakan tentang seorang remaja jenius bernama Senku Ishigami bangkit dari pembatuan, 3.689 tahun 158 hari setelah kilatan cahaya hijau misterius mengubah umat manusia menjadi batu. Setengah tahun kemudian, Taiju Oki, teman sekelasnya Senku juga terbangkitkan. Petualangan mereka pun dimulai, untuk kembali membangun peradaban manusia yang telah hancur kembali ke zaman batu, menghidupkan kembali orang-orang, dan menyelesaikan misteri di balik cahaya pembatuan 3700 tahun yang lalu.

Petualangan mereka tentunya tidak sederhana, dengan kejeniusan Senku dan kekuatan fisik Taiju mereka memulai mengakselerasi ilmu pengetahuan dan teknologi, mulai dari teknologi sederhana untuk bertahan hidup, hingga teknologi yang semakin kompleks seiring semakin banyaknya manusia yang dibangkitkan dan kompleksitas alur ceritanya. Ada juga permusuhan dan peperangan yang harus dihadapi dalam petualangan mereka, pun pada akhirnya lawan pun menjadi kawan dengan tujuan memecahkan misteri pembatuan 3700 tahun yang lalu. Di bagian terakhir, Stone to Space Saga – Moon Mission Arc, dikisahkan bagaimana Senku dan Kerajaan Sains berkeliling dunia mengumpulkan bahan dan sumber daya (termasuk manusia) untuk membuat satelit dan pesawat ruang angkasa ke bulan dimana sosok misterius Why-Man yang membatukan umat manusia berada.

Manga Dr. Stone memang tidak setenar manga legendaris seperti Doraemon ataupun Dragon Ball. Juga tidak sepopuler manga bergenre action advanture seperti One Piece atau Naruto. Pun demikian, tema ‘kiamat pembatuan’ ini tampak cukup orisinil dibandingkan tema isekai, kultivasi, reinkarnasi/ regresi, ataupun sistem/ game yang relatif mainstream baik di manga, manhwa, ataupun manhua. Apalagi beberapa bagian penjelasan tentang sains dalam manga Dr. Stone cukup detail dan mengharuskan pembacanya berpikir. Hal ini menunjukkan bahwa penulis manga melakukan riset yang cukup dalam untuk membangun alur cerita. Namun namanya juga cerita fiksi, terdapat berbagai hal yang tidak logis di antara tema sains yang dimunculkan. Misalnya saja bagaimana Senku bisa menghitung jumlah detik dan hari yang dilalui selama pembatuan secara presisi, padahal sejenius apapun manusia tetaplah butuh mengistirahatkan otaknya. Atau bagaimana manusia yang membatu tidak tertutup vegetasi tumbuhan, tertimbun dalam tanah dan menjadi lapuk setelah ribuan tahun berlalu.

Beberapa hal yang tidak logis bahkan berpotensi menghadirkan plot hole, misalnya mengapa ayahnya Senku dan rekan-rekan astronot yang selamat dari pembatuan tidak membangun peradaban yang lebih besar dan meninggalkan warisan ilmu pengetahuan yang lebih lengkap untuk generasi selanjutnya. Atau bagaimana pembatuan dapat menyembuhkan luka bahkan menghidupkan kembali yang telah mati. Atau bagaimana hewan yang tidak terbatukan seharusnya lebih mendominasi dunia tanpa manusia. Catatan lainnya barangkali alur yang terlalu cepat di akhir-akhir seakan dikejar deadline untuk segera tamat. Plot twist yang diharapkan di akhir juga tidak terjadi, why man ternyata ‘hanyalah’ sekumpulan alat pembatuan, parasit mesin yang hidup dari baterai berlian. Yang bahkan takt ahu siapa yang menciptakannya. Alasan dibalik pembatuan dari perspektif why man jadi ‘agak awkward’, dan cerita spin off berjudul ‘Dr. Stone Reboot: Byakuya’ jadi tidak terasa istimewa.

Pun demikian, ada hal yang menarik di chapter 211. Dalam perjalanan mengumpulkan sumber daya dari seluruh dunia untuk membangun roket, pemberhentian terakhir Senku dan kawan-kawan adalah di Indonesia. Mereka membangun Kota Karet di Kalimantan. Indonesia juga dijadikan negeri penghasil beras untuk membuat onigiri. Di chapter 218, Indonesia kembali disebutkan sebagai salah satu jaringan komunitas ilmuwan yang terhubung dengan internet pertama melalui kabel bawah laut. Indonesia memang disebutkan di beberapa manga atau anime lainnya, namun setidaknya di manga Dr. Stone ini Indonesia dipersepsikan secara positif. Entah nanti bagaimana di animenya karena memang belum sampai sana jalan ceritanya.

Manga ini juga diakhiri dengan happy ending. Teman sekelas Senku, Taiju dan Yuzuriha akhirnya menjadi pasangan suami istri setelah 3700 tahun memendam rasa. Chrome dan Ruri dari Desa Ishigami juga resmi bertunangan. Sementara Senku masih sibuk dengan upayanya membuat mesin waktu. Mengingatkan kita pada banyak ilmuwan yang tidak menikah semisal Newton, Tesla, dan Voltaire. Walaupun banyak adegan humor di sepanjang jalan cerita, manga Dr. Stone ini terbilang bukan bacaan ringan, butuh pemikiran mendalam untuk memahaminya. Apalagi ada beberapa selipan filsafat yang menyertainya, termasuk hakikat Sang Pencipta dan tujuan penciptaan, dari sudut pandang sains. Jika ditelan mentah-mentah berpotensi ‘mengagungkan’ sains di atas segalanya.

I’m going to use the power of science to rescue every single person” (Ishigami Senku – Dr. Stone)

Propaganda dan Standar Ganda Konflik Ukraina

Perang perang lagi, semakin menjadi. Berita ini hari, berita jerit pengungsi. Lidah anjing kerempeng, berdecak keras beringas. Melihat tulang belulang, serdadu boneka yang malang. Tuan, tolonglah tuan, perang dihentikan. Lihatlah di tanah yang basah, air mata bercampur darah…” (‘Puing II’, Iwan Fals)

Sudah dua pekan ini media nasional dan internasional banyak menyoroti Ukraina, apalagi setelah invasi militer Rusia ke Ukraina 12 hari lalu. Berbagai macam informasi pun mengalir melalui beragam media. Berita, video dan gambar pun tersebar, dimana tidak sedikit di antaranya yang ternyata hoax. Konflik Rusia – Ukraina memang menjadi medan proxy war, berbagai macam propaganda dilakukan oleh kedua belah pihak. Di masyarakat dunia pada umumnya, simpati atas Ukraina begitu besar, apalagi ditambah sosok Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang digambarkan begitu berani, heroik, dan merakyat. Dalam hal membentuk opini publik, Rusia tampaknya masih kalah dibandingkan ‘Barat’ yang memiliki daya dukung luar biasa terhadap arus informasi dan pembentukan opini dunia.

Blok Barat dengan Blok Timur semestinya sudah tidak ada lagi setelah berakhirnya perang dingin antara keduanya yang ditandai dengan bersatunya Jerman Barat dan Jerman Timur dan runtuhnya Uni Soviet sebagai pemimpin Blok Timur. Namun nyatanya, konflik Rusia – Ukraina kali ini –setelah sebelumnya juga terjadi sewindu yang lalu—tidak lepas dari keterlibatan NATO (North Atlantic Treaty Organization) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara. NATO adalah organisasi aliansi militer antar negara yang dibuat negara-negara Blok Barat pada 1949. Sekitar 6 tahun kemudian, negara-negara Blok Timur mendirikan Pakta Warsawa untuk menghadapi kemungkinan ancaman dari aliansi NATO. Ketika Pakta Warsawa dibubarkan pada 1991, NATO tetap eksis bahkan terlibat dalam berbagai perang terbuka, misalnya dalam Perang Bosnia, Invasi Militer ke Afghanistan, hingga Perang di Libya. Padahal selama masa perang dingin, NATO tidak terlibat dalam perang terbuka.

Tak heran, Rusia yang (dipersepsikan) menyerang Ukraina, masih mendapat dukungan dari negara lain. Beberapa di antaranya adalah sekutu Rusia seperti Belarusia, Venezuela, Korea Selatan, dan Myanmar. Namun beberapa di antaranya yang lain adalah ‘korban’ Blok Barat semisal Iran dan Suriah. Bagaimana dengan Indonesia? Secara politis, Indonesia termasuk 1 dari 141 negara pendukung resolusi yang mengecam agresi Rusia ke Ukraina. Namun dengan tidak menyampaikan kata ‘invasi’ ataupun ‘Rusia’ dalam pernyataannya, Indonesia relatif masih berhati-hati dengan mengedepankan isu kemanusiaan dan keamanan. Namun cengkraman Blok Barat sepertinya masih sedemikian kuat sehingga Indonesia dengan politik bebas aktifnya malah mendukung salah satu pilihan dan bukannya abstain, apalagi mengingat intervensi Barat ke Ukraina seperti halnya intervensi Barat dalam lepasnya Timor Timur.

Sementara itu, netizen Indonesia malah tidak banyak yang pro Barat. Bagaimanapun, isu agama (Islam) dan isu ‘anti-Barat’ cukup sukses diangkat. Belum lagi kedekatan Indonesia dengan Rusia dan Cina, secara sejarah ataupun aktual. Netizen Indonesia ‘kanan’ ataupun ‘kiri’ yang biasanya berseberangan, dalam hal ini mendapati kesimpulan yang sama pun alasannya berbeda. Ditambah lagi standar ganda yang dilakukan Amerika dan sekutunya dalam menyikapi konflik Rusia-Ukraina ini menjadi tambahan amunisi untuk memposisikan ‘kejahatan’ Barat. Penerapan standar ganda inilah yang akhirnya menjadi anti-propaganda.

Seorang Osama bin Laden yang dianggap sebagai dalang peristiwa 11 September 2001 dijadikan alasan bagi Amerika dan sekutunya untuk menyerang Afghanistan. Terlepas dari berbagai teori konspirasi seputar peristiwa 9/11, Osama bukanlah pribadi yang mewakili negara, apakah layak negaranya dibombardir? Sementara ada negara yang berulang kali menyerang negara lain, namun jangankan dibombardir, negara tersebut bahkan dielu-elukan layaknya pahlawan. Bayangkan saja seandainya Indonesia kena sanksi internasional atas aksi Reynhard Sinaga yang telah memperkosa ratusan pria di Inggris. Atau bagaimana operasi militer Amerika di Irak selama bertahun-tahun hanya karena ‘dugaan’ adanya senjata pemusnah massal, sementara negara-negara yang terbukti memiliki ratusan bahkan ribuan senjata nuklir aman-aman saja. Bahkan untuk menggertak Rusia, NATO ‘meminjam tangan’ Ukraina. Atau bagaimana Rusia diberikan berbagai sanksi ekonomi dan sosial terkait invasi ke Ukraina, sementara tak ada sanksi apapun bagi Amerika menginvasi banyak negara lain, ataupun Israel yang menginvasi Palestina. Sementara dalam perspektif Rusia, yang dilakukannya hanyalah menerima kembali wilayah yang pernah dilepas karena ingin kembali bergabung, menindak tegas bekas wilayah jajahan yang mengingkari kesepakatan, dan mempertahankan wilayahnya dari campur tangan pihak asing yang bahkan sampai mendirikan pangkalan militer dilengkapi dengan berbagai persenjataan di perbatasan negaranya. Ditambah bumbu-bumbu lain seperti jalur minyak dan gas di Ukraina.

Hanya saja argumentasi ‘standar ganda’ ini tidak popular ketika dibawa ke media internasional, dimana propaganda Barat sudah begitu lekat. Klaim tentang ‘standar ganda’ ini memang tidak lantas membenarkan peperangan dan tragedi kemanusiaan yang terjadi. Belum lagi ada perspektif isu berbeda yang dimunculkan antara perang di Timur Tengah (dan Afrika) dengan perang di Eropa. Ditambah lagi, ‘kejahatan’ Amerika sudah jadi rahasia umum yang tidak bisa diapa-apakan. Amerika ibarat anak Kepala Sekolah yang suka mem-bully temannya. Tidak ada siswa yang berani melaporkan, dilaporkan pun tidak ada guru yang berani bertindak. Mengangkat argumentasi ini hanya akan berujung pada perdebatan diskriminatif kontraprduktif yang akan jauh keluar dari konteks win-win solution.

Pada akhirnya, tidak mengambil keputusan atas sesuatu yang belum benar-benar diketahui bisa jadi merupakan langkah bijak. Bukan berarti menutup mata atas tragedi kemanusiaan yang terjadi, namun tidak perlu sok tahu, sok pahlawan, dan terjun lebih dalam di pusaran konflik. Bersiap akan kemungkinan terburuk akan jauh lebih baik dibandingkan turut memperburuk keadaan. Sudah cukup banyak ‘provokator’ dan ‘sengkuni’ dalam berbagai konflik bersenjata di penjuru dunia ini. Bagaimanapun, industri pertahanan perlu konsumen, sebagaimana industri kesehatan dan farmasi butuh penyakit. Lebih baik bersiap untuk beradaptasi ‘new normal’, tidak terjebak pada isu propaganda, apalagi sampai menerapkan standar ganda. Tetap optimis bahwa dunia akan kembali aman dan damai. Tapi mungkinkah keamanan dan kedamaian dapat dicapai dengan konflik dan peperangan? Wallahu a’lam

…Perang perang lagi, mungkinkah berhenti. Bila setiap negara, berlomba dekap senjata. Dengan nafsu yang makin menggila, nuklir pun tercipta (nuklir bagai dewa). Tampaknya sang jenderal bangga, di mimbar dia berkata: Untuk perdamaian (bohong), demi perdamaian (bohong), guna perdamaian (bohong), dalih perdamaian (bohong). Mana mungkin, bisa terwujudkan. Semua hanya alasan, semua hanya bohong besar” (‘Puing II’, Iwan Fals)

Menulis Itu Mudah, Yang Susah Adalah Istiqomah

Orang-orang yang istiqomah lebih bersemangat ada masa-masa akhir mereka, dibandingkan ada masa-masa awalnya” (Ibnul Qayyim)

‘Pojok Pagi Ekselensia Indonesia’, begitu tagline tulisan salah seorang rekan menandai perpindahan amanah yang diembannya. Tak terasa, sudah 18 tulisan yang dibuatnya dalam kurun waktu 5 pekan ini. Terbilang sangat produktif jika melihat dalam 10 tahun sebelumnya bisa dihitung tulisan yang dibuatnya. Walaupun tantangan konsistensi mulai terlihat, dimana di awal tulisan rutin setiap harinya, namun belakangan sudah mulai per tiga hari. Keistimewaan tulisannya barangkali relatif, saya menyukai beberapa tulisannya yang sederhana dan mengalir misalnya ketika mengambil hikmah dari ‘upo’, butiran nasi yang tertinggal dan menempel. Namun barangkali yang lebih istimewa adalah tekadnya untuk lebih produktif menulis yang tentunya tidak mudah. Ada juga seorang rekan lain yang telah menerbitkan lebih dari 50 buku. Setiap harinya ada target untuk menulis minimal satu halaman, dan hal ini bisa istiqomah dilakukannya. Beratkah?

Istiqomah itu berat, yang ringan namanya istirahat”, demikian ungkap sebuah kutipan. Ya, banyak sekali godaan dan alasan untuk memilih ‘istirahat’ dibandingkan istiqomah. Tak perlu berbicara tentang orang lain, saya sendiri mengalaminya dan website ini menjadi contohnya. Sudah cukup lama website ini kembali vakum tanpa tulisan terbaru. Bukan karena kekurangan ide dalam membuat tulisan, setiap harinya ada banyak hal yang bisa diceritakan ataupun gagasan yang bisa dituliskan. Bukan juga karena terlalu sibuk, setiap harinya selalu waktu yang bisa lebih produktif jika dialokasikan untuk memproduksi tulisan. Sebenarnya tidak ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk tidak produktif dalam menulis, namun realitanya selalu ada saja excuse ataupun pembenaran untuk tidak melakukan. Itulah ujian konsistensi dalam produktifitas.

Berapologi dan membuat alasan itu mudah, apalagi banyak hal produktif yang sebenarnya tidak butuh alasan, lillahi ta’ala. Repotnya, sebagaimana kebohongan, satu alasan akan membawa alasan yang lain, dan ada akhirnya menjadi kebiasaan banyak alasan. Ketika sudah jadi kebiasaan maka alasan berubah menjadi sesuatu yang lumrah. Butuh tekad yang kuat dan titik tolak yang kokoh untuk kembali ke jalan penuh produktivitas. Kadang butuh motivasi eksternal. Bahkan kadang butuh mekanisme reward and punishment dan pengorbanan besar untuk kembali meniti jalan istiqomah.

The first step is always the hardest”, begitu pepatah mengatakan. Ibarat mengayuh sepeda, yang paling berat adalah kayuhan di awal, selanjutnya akan lebih ringan. Bahkan bisa jadi kayuhan awal tidaklah seberat yang dikhawatirkan. Tulisan ini misalnya, ternyata bisa diselesaikan dalam waktu sekitar satu jam. Waktu yang terbilang sangat singkat jika dibandingkan dengan waktu yang saya habiskan buat menghapus lebih dari 8000 pesan spam yang masuk ke inbox website karena sudah berbulan-bulan tidak diupdate. Namun berpikir bahwa kayuhan selanjutnya akan selalu lebih mudah tidaklah tepat juga, karena jalurnya naik turun, disitulah ujian istiqomah. Akan ada masanya dimana kayuhan akan kembali berat, dan ada waktunya juga betapa kayuhan terasa dimudahkan.

Dan istiqomah menulis ini hanyalah satu dari banyak ujian keistiqomahan lain. Begitu banyak amal kebaikan yang mudah dilakukan, namun begitu mudah pula untuk ditinggalkan. Padahal amalan yang paling disukai Allah SWT adalah yang kontinyu walaupun sedikit. Semuanya diawali dengan niat dan memulainya secara bertahap, tidak perlu terlalu dipikirkan, cukup dilakukan. Bisa dikuatkan dengan keteladanan dari berbagai tokoh inspiratif dan lingkungan yang turut mendukung. Dan semakin sempurna dengan berdo’a kepada Allah SWT yang membolak-balikan hati. Dan sebagaimana kemalasan, keistiqomahan akan membawa pada konsistensi dalam hal yang lain sehingga pada akhirnya bisa membentuk pribadi yang istiqomah. Semoga Allah SWT menganugerahkan kita sikap istiqomah dalam ketaatan dan kebaikan. Fastaqim kama umirta! Bismillah…

Ya Rabb kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS. Ali Imran: 8 )

Akhirnya, Shaf Rapat Kembali

“Luruskanlah shaf kalian. Sejajarkanlah pundak-pundak kalian. Tutuplah celah. Janganlah kalian membiarkan ada celah untuk syaitan. Barangsiapa yang menyambung shaf, maka Allah akan menyambung hubungan dengannya dan barangsiapa memutus shaf maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya.” (HR. Abu Dawud)

Ada yang berbeda dari Jum’atan di Masjid Perumahan Muslim The Orchid Green Park siang ini. Imam masjid sudah memerintahkan jama’ah Jum’at untuk merapatkan pundak, dilanjutkan dengan rapatnya kaki. Hal ini lumrah di masa sebelum pandemi Covid-19. Namun sejak virus corona mewabah sekitar satu setengah tahun lalu, shaf-shaf jama’ah direnggangkan untuk menjaga protokol kesehatan. Bahkan kehadiran dalam shalat berjama’ah sempat dibatasi kala pandemi sempat mencapai puncaknya, shalat Jum’at pun sempat tidak diselenggarakan.

Keputusan untuk merenggangkan shaf tentunya bukan keputusan sepihak, ada fatwa MUI nomor 14 tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19 yang mendasarinya. Ditambah dengan fatwa MUI nomor 30 tahun 2020 tentang penyelenggaraan shalat Jum’at dan jama’ah untuk mencegah penularan wabah Covid-19. Mengikuti fatwa MUI yang dikeluarkan di masa awal pandemi tersebut tentu menjadi ijtihad yang dapat dipertanggungjawabkan, sebab MUI pastinya sudah mengkajinya secara mendalam. Pun demikian keputusan untuk kembali merapatkan shaf. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis pada 29 September lalu telah mempersilakan umat Muslim yang berada di wilayah PPKM level 1 atau zona hijau untuk merapatkan kembali shaf saat melaksanakan sholat berjamaah di masjid dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Kota Depok sejatinya masih masuk Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3, namun pembolehan kembali untuk merapatkan shaf ini menjadi angin segar bagi masyarakat yang merindukan suasana normal tanpa kekhawatiran berlebihan mengenai pandemi Covid-19. Beberapa masjid lain sudah lebih dulu merapatkan shaf semenjak kasus Covid-19 mulai menurun dan aktivitas masyarakat berangsur berjalan seperti sediakala. Bahkan ada masjid-masjid yang sejak awal pandemi tidak merenggangkan shafnya. Masjid-masjid ini umumnya lebih mengutamakan keutamaan akan rapatnya shaf shalat berjama’ah dibandingkan kekhawatiran penularan virus corona. Apalagi masjid dianggap sebagai tempat yang terjaga kesucian dan kebersihannya. Jika pasar saja dibuka dan masyarakat ramai berbelanja, mengapa masjid harus tutup dan merenggangkan shaf ketika shalat?

Memang tidak sedikit hadits yang menyampaikan tentang keutamaan meluruskan shaf. Di antaranya hadits dari Ibnu Mas’ud r.a yang berkata, “Dahulu Rasulullah SAW memegang pundak-pundak kami sebelum shalat, dan beliau bersabda: ‘Luruskan (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian nantinya akan bengkok (berselisih) pula’” (HR. Muslim). Atau hadits muttafaqun ‘alaih yang masyhur, “Luruskanlah shaf-shaf kalian karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan sholat”. Adapun dalil merapatkan shaf umumnya juga terkait dengan dalil meluruskan shaf tersebut, sehingga jumhur ulama berpendapat bahwa hukum meluruskan dan merapatkan shaf shalat berjama’ah adalah sunnah.

Namun pandemi adalah kondisi darurat yang membuat aktivitas tidak dapat berjalan normal. Sebagai masyarakat awam ada baiknya mengikuti fatwa dari lembaga yang berkompeten dan berwenang, tidak egois dengan ijtihadnya sendiri. Bagaimanapun, pandemi ini banyak mengajarkan tentang kesabaran dan lapang dada. Ulama Saudi yang biasanya ‘keras’ sekalipun pada akhirnya mengalah untuk merenggangkan shaf di Masjidil Haram ketika pandemi tengah benar-benar mewabah. Beribadah sesuai dengan keyakinan memang merupakan hak individu, namun tidak perlu merasa paling benar dan sesuai sunnah hanya karena ‘berani’ merapatkan shaf di saat yang lain merenggangkan shaf. Semoga saja rapatnya kembali shaf shalat akan berdampak positif pada kuatnya kebersamaan dan toleransi terhadap perbedaan di antara umat Islam.

Bagaimanapun, pembolehan untuk kembali merapatkan shaf ini membawa optimisme baru. Bahwa kondisi kenormalan baru akan segera terbentuk. Vaksinasi semakin marak, persentase penduduk yang sudah divaksin semakin tinggi. Jumlah kasus harian ataupun kematian harian akibat Covid-19 di Indonesia sudah jauh menurun dibandingkan 2-3 bulan lalu. Bahkan tingkat kesembuhan (recovery rate) saat ini sudah lebih tinggi dibandingkan kasus baru yang muncul, kurva Covid pun kian melandai. Optimisme ini semoga tidak membuat lengah karena varian Covid baru dan gelombang Covid baru bisa muncul kapan saja. Namun semoga saja penyikapan positif ini menjadi pertanda baik bahwa berangsur dunia sudah beradaptasi dengan pandemi Covid. Sehingga tidak ada lagi kendala dan berbagai keterbatasan dalam beribadah dan beraktivitas.

Nu’man bin Basyir r.a. berkata, “Dulu Rasulullah SAW meluruskan shaf kami sehingga seakan beliau meluruskan anak panah, sampai beliau menganggap kami telah memahaminya. Beliau pernah keluar pada suatu hari, lalu berdiri sampai beliau hampir bertakbir, tiba-tiba beliau melihat seseorang yang membusungkan dadanya dari shaf. Beliau bersabda, ‘Wahai para hamba Allah, kalian akan benar-benar meluruskan shaf kalian atau Allah akan membuat wajah-wajah kalian berselisih’” (HR. Muslim)

Yang Terbaik Bagimu

Teringat masa kecilku, kau peluk dan kau manja. Indahnya saat itu, buatku melambung, di sisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu. Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu. Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu. Patuhi perintahmu, jauhkan godaan yang mungkin ku lakukan dalam waktuku beranjak dewasa. Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak…
(‘Yang Terbaik Bagimu’, ADA Band feat Gita Gutawa)

Alkisah, hiduplah seorang ayah bersama anak laki-laki semata wayangnya. Istrinya telah meninggal beberapa tahun lalu, dan semenjak anaknya kuliah di kota sebelah, ia kerap merasa kesepian. Ayah dan anak laki-lakinya ini sangat menyukai otomotif dan kerap menghadiri pameran otomotif yang bisa ditempuh oleh mobil tua ayahnya. Suatu saat di masa liburan kuliah, mereka datang ke sebuah pameran otomotif yang cukup besar. Sambil bergurau, sang ayah menanyakan mobil seperti apa yang disukai sang anak, agar bisa sering pulang menemui ayahnya di kampung. Sang anak pun menjawab dengan antusias bahwa mobil city car keluaran terbaru menjadi favoritnya. Harganya tidak terlampau mahal, namun desainnya cukup elegan. Sang ayah hanya menanggapinya dengan tersenyum.

Waktupun cepat berlalu, sang anak lulus kuliah dengan hasil memuaskan dan langsung mendapat tawaran kerja di kota. Ketika prosesi wisuda, sang ayah tak bisa hadir karena sedang sakit, sementara mobil tuanya pun sudah dijual. Sang anak tampak sangat bersedih, merasa ditinggalkan, bahkan di momen spesial pun harus diikutinya sendiri. Namun rupanya sang ayah masih sempat mengirimkan paket hadiah wisuda ke alamat tempat tinggal anaknya di kota. Sepulang wisuda, dengan bersemangat, sang anak membuka paket hadiahnya, seraya berharap sang ayah memberi kejutan besar. Setelah dibuka, hadiahnya ternyata sebuah kotak kayu yang berukir indah. Sang anak membukanya, dengan harapan ada hadiah berupa kunci mobil di dalamnya. Namun yang ada di dalamnya ternyata ‘hanya’ Al Qur’an yang terlihat bagus sebagai hiasan. Dengan kecewa, ia pun menutup kotak tersebut dan menaruhnya di sudut lemari di kamarnya. Tak lupa ia menelpon ayahnya dan berterima kasih ‘setengah hati’ kepada ayahnya.

Waktupun kian cepat berlalu, sang anak sudah sukses berkarir. Ia sudah mampu membeli mobil yang diidam-idamkannya. Namun kesibukannya seringkali membuatnya tidak sempat pulang ke kampung menjumpai ayahnya. Hingga suatu saat, ayahnya yang sudah tua dan sakit-sakitan jatuh sakit dan kemudian meninggal. Setelah prosesi pemakaman dan menyelesaikan berbagai keperluan di kampung, sang anak pun kembali sendirian ke kota dengan penuh kesedihan. Tak terasa air mata mengalir pelan di pipinya. Memasuki rumahnya yang baru, ia mendapati kotak kayu hadiah ayahnya ketika wisuda yang ditaruhnya di pojok lemari. Ia mengusap kotak kayu berukir indah itu seraya membayangkan tangan kasar dan kokoh milik ayahnya. Membuka kotak kayu tersebut dan mengambil Al Qur’an di dalamnya. Karena tak pernah membukanya, ia baru menyadari ada semacam pembatas halaman di Al Qur’an tersebut. Ia buka Al Qur’an di pembatas halaman yang ternyata menunjukkan Surah Luqman, dan ia sangat terkejut. Ternyata kertas yang menjadi pembatas halamannya adalah selembar cek dengan nominal sebesar harga mobil city car yang diidam-idamkannya, dan tertanggal persis dengan waktu wisudanya dulu. Air matanya pun tumpah.

Alif Laam Miim. Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmah. Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan, (yaitu) orang-orang yang melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan mereka meyakini adanya akhirat. Merekalah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung…” (QS. Luqman: 1-5). Terbata ia mulai membaca Al Quran yang terasa sudah sangat lama tak disentuhnya. Teringat dulu ayahnya mengajarinya dengan keras agar ia mampu membaca Al Qur’an dengan baik.

Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji”. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS. Luqman: 12-14). Isaknya semakin keras. Merasa belum banyak berbuat baik kepada ayahnya selagi masih ada kesempatan. Dan kini yang tersisa hanya penyesalan.

Sang anak baru tersadar mengapa ayahnya menjual mobil tuanya. Pantas saja seakan ada ganjalan hati yang dipendam ayahnya hingga akhir hayatnya. Dan sejak wisuda, intensitas interaksi dirinya dengan ayahnya memang sangat berkurang. Begitulah cinta seorang ayah yang kadang kala tidak dimengerti oleh anaknya. Seorang ayah mungkin hampir tidak pernah mengumbar ungkapan cinta secara verbal, namun rasa cintanya tergambar jelas dari kerja keras dan pengorbanannya. Mencoba memberi yang terbaik bagi anaknya, dan menyisakan untuk dirinya sendiri. Tak pernah terlihat mengeluh dan menangis. Bahkan ada cinta dalam amarahnya. Sejenak, berbagai kenangan masa lalunya dengan ayahnya terlintas, membawa kesyahduan yang tak terlukiskan. Sebuah memori indah yang takkan terulang kembali. Hanya ungkapan maaf dan terima kasih yang terlambat untuk disampaikan. Dan untaian do’a yang bisa dipanjatkan, semoga Allah SWT menerima segala amal baiknya, mengampuni dosa-dosanya, dan menempatkannya di tempat terbaik di sisi-Nya.

…Tuhan tolonglah, sampaikan sejuta sayangku untuknya. Ku terus berjanji takkan khianati pintanya. Ayah dengarlah, betapa sesungguhnya ku mencintaimu. Kan ku buktikan, ku mampu penuhi semua maumu. Andaikan detik itu kan bergulir kembali. Ku rindukan suasana basuh jiwaku, membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu. ‘Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati
(‘Yang Terbaik Bagimu’, ADA Band feat Gita Gutawa)