Monthly Archives: May 2021

Menulis yang Disampaikan, Menyampaikan yang Ditulis

Tell your story. Shout it. Write it. Whisper it if you have to. But tell it. Some won’t understand it. Some will outright reject it. But many will thank you for it. And then the most magical thing will happen. One by one, voices will start whispering, ‘Me, too.’ And your tribe will gather. And you will never feel alone again.
(L.R. Knost)

Write what you do and do what you write” barangkali merupakan jargon yang banyak dikenal terutama mereka yang terlibat dalam urusan Quality Management. Harus ada bukti tertulis dari apa yang telah kita kerjakan, dan pekerjaan yang dilakukan harus didukung oleh dokumen tertulis sebagai dasar pedoman pelaksanaan. Jika kita tidak bisa membuktikan bahwa kita telah bekerja, berarti kita tidak bekerja. Dan jika kita bekerja tidak sesuai dengan dokumen tertulis, berarti ada kesalahan dalam pekerjaan kita. Penyampaian tanpa bukti tertulis juga belum bisa dianggap kebenaran. Di sisi lain, melakukan apa yang disampaikan dapat menunjukkan integritas seseorang, namun menyampaikan apa yang dilakukan tidak selamanya dinilai positif. Bisa saja justru dianggap sombong, ujub, ataupun riya’. Tulisan ini tidak hendak menyoroti relevansi dari jargon tersebut, namun coba menghubungkan menulis dengan berbicara sebagai sesama aktivitas penyampaian pesan.

Menulis dan berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat aktif-produktif. Penulis dan pembicara berperan sebagai penyampai atau pengirim pesan kepada pihak lain. Keduanya harus mengambil sejumlah keputusan berkaitan dengan topik, tujuan, jenis informasi yang akan disampaikan, serta cara penyampaiannya sesuai dengan kondisi sasaran (pembaca atau pendengar) dan corak teksnya (eksposisi, deskripsi, narasi, argumentasi, dan persuasi). Perbedaan antara keduanya hanya dalam hal kecaraan dan medianya. Komunikasi dalam berbicara terjadi secara langsung dan respon pendengar juga dapat langsung ditangkap. Pembicara menyampaikan pesan secara lisan, sementara penulis menyampaikan pesan secara tertulis, termasuk gambar dan ilustrasi.

Menulis dan berbicara punya teknik dan tantangannya sendiri. Tidak semua orang yang hebat dalam menulis, mampu berbicara dengan fasih. Dan tidak semua orang yang hebat dalam berbicara, cakap menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan. Dalam berbicara, ada unsur nonverbal seperti suara, mimik, pandangan, dan gerak dapat secara langsung digunakan untuk memperjelas, mempertegas, dan menarik perhatian pendengar. Respon pendengar yang bisa langsung ditangkap juga memungkinkan pembicara untuk menyesuaikan, mengubah, atau memperbaiki apa yang disampaikannya. Namun implementasinya tak sesederhana itu, butuh banyak latihan dan ‘jam terbang’. Pembicara bukan hanya butuh persiapan materi atau konten pembicaraan, namun juga kesiapan mental. Asal berbicara memang mudah, namun berbicara yang baik, mencerahkan, dan menginspirasi tentu butuh pembiasaan.

Menulis tidak lebih mudah. Karena tidak langsung berhadapan dengan pembaca, dan tidak langsung mendapatkan responnya, persiapan penulis bisa lebih matang. Penulis bisa melakukan review tulisannya sebanyak yang dibutuhkan agar benar-benar siap, sebelum dipublikasikan. Namun jika pembicaraan dapat cepat diralat atas respon yang diberikan, klarifikasi tertulis butuh waktu. Ada berbagai teknik penulisan, termasuk penggunaan gaya bahasa, penambahan ilustrasi dan gambar untuk memperkuat tulisan. Namun implementasinya tak sesederhana itu, butuh banyak latihan dan ‘jam terbang’. Dan menjadi penulis butuh keberanian. Asal menulis memang mudah, namun perlu diingat bahwa ‘masa hidup’ sebuah tulisan jauh lebih lama dibandingkan pembicaraan. Apalagi di era digital seperti sekarang ini. Jejak digital tulisan mudah diakses siapa saja, dan penulislah yang harus mempertanggungjawabkan tulisannya. Belum lagi dengan UU ITE, tantangan menjadi penulis lebih besar. Pastikan menulis yang baik atau lebih baik diam.

Dengan berbagai tantangan dan keunggulan masing-masing, idealnya setiap diri kita mampu menjadi pembicara dan penulis yang baik. Seorang da’i atau motivator yang sering berbicara di ruang publik tentu akan mengalami batasan ruang dan waktu dalam menginspirasi. Akan berbeda jika apa yang disampaikan juga dituliskan. Inspirasinya dapat terus terjaga menembus zaman. Di sisi lain, seorang penulis produktif akan mengalami batasan dalam kolaborasi gagasan. Penulis butuh menyampaikan langsung apa yang dituliskan sehingga ada respon langsung yang dapat memperkaya gagasan. Bukankah dua kepala lebih baik daripada satu kepala? Apalagi banyak kepala. Dalam dunia akademik, keseimbangan antara menulis dengan berbicara ini sudah lama dikenal. Misalnya tugas akhir tertulis yang dibuat harus dipresentasikan dalam sidang tugas akhir. Menulis dan berbicara, tanpa kecuali. Sayangnya, momentum seperti ini kurang dibiasakan. Akhirnya, aktivitas menulis dan berbicara dilakukan ala kadarnya. Itupun masih lebih baik dibandingkan mereka yang asal menulis dan asal berbicara, tanpa manfaat, tanpa berani mempertanggungjawabkan apa yang ditulis dan diucapkannya.

Keberadaan kita di dunia ini harus memberi manfaat. Namun setiap diri kita punya keterbatasan dalam melakukan beragam kebermanfaatan tanpa melibatkan orang lain. Batas sempit itu dapat diperluas dengan aktivitas menyampaikan inspiratif, baik lisan maupun tulisan. Dan batas itu akan semakin luas jika kita optimal melakukan keduanya, berbicara dan menulis. Dengan tetap memperhatikan keteladanan perilaku atas apa yang dibicarakan ataupun ditulis, tentunya. Tidak ada dikotomi antara keduanya, semuanya bisa dilatih dan dibiasakan. Dan karena keduanya bersifat aktif-produktif, satu-satunya cara paling efektif untuk menguasai keterampilan berbicara dan menulis adalah dengan langsung mengimplementasikannya. Khazanah ilmu dapat terus berkembang dengan penyampaian secara lisan dan tulisan, dan seharusnya kita berupaya menjadi bagian darinya. Memiliki keterampilan berbicara dan menulis, dan mencerminkannya dalam keteladanan perilaku. Bismillah… Komisaris… eh bukan… Bismillah, saya siap. Bagaimana dengan Anda?

I love writing for kids. I love talking to children about what I’d written. I don’t want to leave that behind.” (J.K. Rowling)

Penyerangan Terbaik Adalah Bertahan

I don’t say we are a defensive team. I say we are a strong team in defensive terms, but at the same time lacking sufficient fluidity in attack because that will take time to come.” (Jose Mourinho)

Pernah mendengar pepatah yang mengatakan, “Pertahanan terbaik adalah menyerang”? Barangkali pepatah tersebut tidak sepenuhnya tepat. Apalagi jika ukuran terbaik adalah gelar juara. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil akhir liga domestik sepakbola Eropa musim 2020/2021 ini yang telah berakhir. Dalam beberapa liga, tim yang paling produktif adalah tim yang menjuarai liga. Namun dalam banyak liga, ternyata tim juara adalah tim yang bertahan paling baik, pun belum tentu terbaik dalam menyerang. Juara liga domestik di berbagai liga sukses mengandaskan juara bertahan dengan kokohnya lini pertahanan mereka, meski kalah dalam produktivitas gol. Sekali lagi, Bundesliga dengan Bayern Munich nya adalah pengecualian. Die Roten menjadi juara Bundesliga sebagai tim paling produktif mencetak gol, namun dalam hal bertahan Bayern Munich hanya ada di urutan ke-5.

Di Premier League, Manchester City begitu dominan dengan paling banyak memasukkan gol (83 gol) dan paling sedikit kebobolan (32 gol). Dari 38 pertandingan, Manchester City berhasil cleansheet di 19 pertandingan. Selain kiper Ederson yang berhasil mencatatkan 19 cleansheet dari 36 pertandingan Premier League yang dijalaninya, ada nama bek Ruben Dias yang turut menjadi kunci kesuksesan Manchester City di musim ini. Baru didatangkan dari Benfica di awal musim, Ruben Dias sukses menjadi pemain terbaik Liga Inggris di musim perdananya. Dari 32 penampilannya di Premier League, Dias sukses mencatat 17 cleansheet, 35 intersep, 24 tekel, dan 23 blok. Peran vital Ruben Dias mengingatkan akan peran Vincent Kompany di skuad Manchester City. Musim 2019/2020 peran ini menghilang. Alih-alih menggantikan, Laporte dan John Stones justru kerap cedera, gelar juara pun sempat direbut Liverpool musim lalu.

Juara Serie A Inter Milan kalah dalam urusan produktivitas gol dibandingkan Atalanta yang finish di posisi ke-3. Namun Inter Milan menjadi klub Serie A yang paling sedikit kebobolan (35 gol). Bersama rival sekotanya AC Milan, Inter Milan mencatatkan 14 cleansheet dari 38 pertandingan. Kiper senior Handanovic (37 laga) dan bek wonderkid Alessandro Bastoni (33 laga) sama-sama mencatatkan 14 cleansheet. Bersama dengan Milan Skriniar dan Stefan de Vrij, Bastoni yang baru berusia 22 tahun sukses mengawal pertahanan Inter Milan. Musim ini Inter juga sukses mendatangkan Achraf Hakimi (22 tahun) dari Borussia Dortmund. Hakimi bisa dikatakan sebagai salah satu bek kanan terbaik di Serie A jika dilihat kontribusinya terhadap penyerangan. Selain mencatatkan 13 cleansheet, Hakimi berhasil mencetak 7 gol dan 8 assist dari 37 pertandingannya di Serie A musim ini.

Kondisi serupa terjadi di Spanyol. Dalam urusan mencetak gol, sang jawara La Liga Atletico Madrid (67 gol) kalah produktif dibandingkan Barcelona (85 gol) yang finish di posisi ke-3. Namun pertahanan Atletico begitu kokoh dengan hanya kemasukan 25 gol dari 38 pertandingan. Kiper Jan Oblak yang tampil penuh di musim ini menjadi pemain kuncinya dengan mencatatkan 100 saves dan 18 cleansheet dari 38 pertandingan La Liga. Oblak bisa dikatakan sebagai salah satu kiper terbaik dan paling konsisten saat ini. Peran pemain baru seperti Luis Suarez (21 gol, 3 assist) dan Yannick Carrasco (6 gol, 10 assist) memang penting. Namun peran Savic, Gimenez, dan Hermoso di lini pertahanan juga tak kalah vital. Ditambah Koke sebagai gelandang bertahan.

Di Liga Portugal, juara liga Sporting Lisbon (65 gol) kalah produktif dibandingkan Porto (74 gol) dan Benfica (69 gol), namun pertahanannya sangat kuat dengan hanya kemasukan 20 gol dari 34 laga. Sepeninggal pemain berkualitas seperti Bruno Fernandes (ke MU), Raphinha (ke Leeds), Marcos Acuna (ke Sevilla), dan Jeremy Mathieu (pensiun), Sporting Lisbon memperkuat skuadnya dengan baik. Kiper Antonio Adan yang baru didatangkan dari Atletico Madrid sukses mencatatkan 19 cleansheet dan 1 assist dari 32 pertandingan. Pedro Goncalves (Pote) yang baru didatangkan dari Famalicao sukses jadi top skor Liga Portugal dengan 23 gol dan 3 assistnya dari 32 laga. Pemain baru Sporting Lisbon lainnya ada gelandang serang Nuno Santos dari Rio Ave (7 gol, 6 assist), bek Zouhair Feddal dari Real Betis (19 cleansheet, 2 gol, 3 assist), dan gelandang bertahan Joao Palhinha dari Braga (1 gol, 9 kali man of the match). Kemudian ada pemain pinjaman bek kanan dari Manchester City Pedro Porro (19 cleansheet, 3 gol, 3 assist) dan gelandang bertahan dari Inter Milan Joao Mario (2 gol, 1 assist). Adapun pemain lama yang tak kalah vital adalah bek tengah Sebastian Coates yang mencatatkan 19 cleansheet dan 5 gol dari 33 pertandingan.

Liga Perancis memberikan gambaran terbaik betapa pentingnya kokohnya pertahanan dalam meraih gelar juara. Keberhasilan Lille memutus dominasi PSG di Ligue 1 tidak terlepas dari solidnya lini bertahan. Dalam urusan mencetak gol, boleh saja Lille (64 gol) tertinggal jauh dari PSG (86 gol), Lyon (81 gol), dan AS Monaco (76 gol). Namun dengan hanya kebobolan 23 gol dalam 38 pertandingan sudah cukup mengantarkan Lille menjadi juara Ligue 1 musim ini. Kiper Mike Maignan bermain penuh musim ini dan mencatatkan 21 cleansheet dari 38 laga. Terbanyak di antara liga terbaik di Eropa. Lille tercatat menang tipis 1 gol dalam 12 pertandingan, dan hanya kalah 3 kali itupun dengan selisih tipis 1 gol. Apresiasi juga perlu diberikan untuk duet bek tengah beda generasi: Jose Fonte (37 tahun) dan Sven Botman (21 tahun) yang sama-sama mencatatkan 20 cleansheet. Kapten Lille Jose Fonte dianggap mampu menjadi mentor yang sangat baik bagi Botman yang baru didatangkan dari U21 Ajax yang meminjamkannya ke Heerenveen musim sebelumnya. Ditinggal pemain utama seperti striker Osimhen ke Napoli dan bek Magalhaes ke Arsenal, Lille berhasil menjaga keseimbangan kekuatan lini serang dengan mendatangkan kombinasi Burak Yilmaz, striker gaek 35 tahun dari Besiktas (16 gol, 5 assist) dan Jonathan David, wonderkid Kanada berusia 21 tahun (13 gol, 2 assist).

Pentingnya pertahanan sebenarnya dapat dipahami secara sederhana. Mencetak gol memungkinkan tim untuk memenangi pertandingan, mungkin juga seri atau kalah. Namun tidak kebobolan memastikan tim tidak akan kalah, pilihannya hanya seri atau menang. Tim dengan pertahanan kokoh mungkin tidak seatraktif tim dengan filosofi menyerang semacam Atalanta atau Ajax Amsterdam yang kerap membantai lawannya. Namun seni bertahan juga tidak mudah. Soliditas lini bertahan perlu didukung chemistry kuat dengan lini tengah dan lini depan. Musim ini Liverpool nyaris gagal masuk 4 besar di antaranya karena badai cedera di sektor pertahanan. Kuatnya penyerangan barangkali dapat memenangkan hati penonton karena suguhan permainan yang menarik, namun kokohnya pertahanan dapat memenangkan gelar juara. Bukan semata pragmatis, namun taktis dan strategis. Sudah banyak klub yang membuktikannya. Karenanya dalam kondisi tertentu, bukanlah pertahanan terbaik adalah dengan menyerang, namun penyerangan terbaik adalah dengan bertahan.

Attack wins you games, defence wins you titles” (Sir Alex Ferguson)

Pembuktian Mereka yang Terbuang

Barcelona didn’t value me. They underestimated me and Atletico opened their doors to give me an opportunity. I will always be grateful to this club for trusting in me.” (Luis Suarez)

Gelaran liga domestik sepakbola Eropa musim 2020/2021 usai sudah. Beberapa liga seperti Serie A Italia, Eredivisie Liga Belanda, Bundesliga Jerman, Liga Premier Inggris, ataupun Primeira Liga Portugal sudah ada kepastian juaranya jauh hari sebelum kompetisi berakhir. Namun untuk Ligue 1 Perancis dan La Liga Spanyol, penentuan juara liga baru dapat dipastikan di pertandingan terakhir. Di Ligue 1, Lille langsung tancap gas dengan gol di menit ke-10, dan digandakan semenit setelah jeda. Angers hanya bisa membalas 1 gol di menit ke-91. Di pertandingan lain, gol PSG di menit ke-37 yang digandakan di menit ke-71 tidak cukup menjadikan PSG mempertahankan gelar Ligue 1 untuk keempat kalinya secara berturut-turut. Gelar juara Ligue 1 pun berpindah ke Lille yang terakhir memperolehnya 10 tahun lalu.

Di pertandingan terakhir La Liga 21 jam sebelumnya, drama terjadi di menit ke-18 ketika Real Valladolid yang butuh keajaiban untuk selamat dari jurang degradasi berhasil membobol gawang pemuncak klasemen Atletico Madrid. Namun dua menit berselang, Real Madrid yang butuh kemenangan untuk mengambil alih puncak klasemen justru kebobolan oleh Villareal yang sedang berjuang menembus 6 besar zona kompetisi eropa. Sampai turun minum, duo Madrid yang berpeluang menjadi jawara La Liga dalam posisi tertinggal. Selepas jeda, hanya butuh 12 menit bagi Atletico Madrid untuk menyamakan skor melalui Correa, dan 10 menit kemudian Luis Suarez sukses membuat Atletico berbalik unggul. Di pertandingan lain, Real Madrid baru bisa menyamakan kedudukan pada menit ke-87 dan sukses melakukan comeback 4 menit kemudian. Duo Madrid pun menang dengan skor 2-1, Villareal gagal menembus zona kompetisi eropa, dan Real Valladolid pun terdegradasi.

Luis Suarez menjadi sorotan dalam keberhasilan Atletico Madrid meraih gelar La Liga ke-11 setelah 6 musim terakhir didominasi oleh Real Madrid dan Barcelona. Bukan hanya karena berhasil mencetak gol penentu kemenangan, Luis Suarez baru musim ini bergabung dengan Atletico Madrid setelah ‘dibuang’ Barcelona yang menganggapnya terlalu tua. Luis Suarez dengan torehan 21 golnya di pentas La Liga menjadi top skorer klub, setara dengan jumlah gol Llorente (12 gol) dan Correa (9 gol). Gol-golnya pun seringkali menentukan hasil akhir, ada 21 poin yang didapat dari 21 golnya, tertinggi dari pemain manapun di La Liga musim ini. Pun tertinggal jauh dari sahabatnya Leonel Messi (30 gol) yang memperoleh gelar El Pichichi La Liga musim ini, torehan gol Suarez ini sebanding dengan jumlah gol striker Barcelona lain yang lebih muda, yaitu Griezmann (13 gol), Dembele (6 gol), dan Braithwaite (2 gol). Pembuktian yang berkelas. Uniknya, kejadian serupa terjadi 7 tahun lalu ketika David Villa ‘dibuang’ Barcelona ke Atletico Madrid dengan kedatangan Neymar, dan membawa Atletico menjadi juara La Liga di musim pertamanya.

Masih lekat dalam ingatan pula ketika tahun lalu Barcelona dibantai Bayern Munich 2-8 di perempat final Liga Champions. Philippe Coutinho, pemain ‘buangan’ Barcelona yang berstatus pinjaman turut mencatatkan dua gol dan satu assist menghadapi tim yang meminjamkannya, pun baru diturunkan di menit ke-75 sebagai pemain pengganti. Kisah pembuktian ‘mantan’ juga bisa dilihat di Inter Milan yang dihuni beberapa pemain ‘buangan’ Liga Premier Inggris seperti Young, Lukaku, Sanchez, dan Darmian (Manchester United) dan Christian Eriksen (Tottenham Hotspur). MU dan Spurs pun sempat menjadi finalis, mengakhiri musim tanpa piala, sementara Inter Milan menjadi juara Serie A Italia setelah terakhir meraihnya 11 tahun lalu. Pembuktian ‘mantan’ juga bisa dilihat di Liga Champions, dimana Thomas Tuchel yang berhasil membawa PSG memenangkan dua gelar Ligue 1 termasuk domestic quadruple dan mengantarkan final Liga Champions musim lalu, dipecat PSG secara sepihak. Tak lama berselang, Tuchel menjadi pelatih Chelsea dan berhasil menjadi juara Liga Champions hanya dalam waktu 4 bulan masa kepelatihannya. Sementara PSG gagal di semifinal Liga Champions dan harus puas di posisi runnerup Ligue 1.

Pembuktian mereka yang terbuang ini berbeda dengan kasus pindahnya pemain karena ingin memperoleh trofi di klub lain yang dinilainya lebih potensial. Pembuktian mereka yang terbuang ini juga berbeda dengan kasus pindahnya pemain hanya karena urusan uang. Keduanya adalah pilihan pragmatis yang rasional. Tanpa perlu menyebut nama, tidak sedikit pemain yang memilih opsi ini. Mereka tidak benar-benar terbuang, pun sebagian di antara mereka memperoleh cap pengkhianat dari fans klub lamanya. Kalaupun pada akhirnya mereka sukses dengan klub barunya, nuansa pembuktiannya akan sangat berbeda dengan mereka yang pindah karena ‘terpinggirkan’. Emosinya akan berbeda.

Bagaimanapun, ada motivasi kuat setelah ‘diremehkan’. Ada kebahagiaan tersendiri mendapati diri lebih baik dari apa yang orang lain prasangkakan. Di sisi lain, menjadi penyesalan tersendiri bagi mereka yang salah dalam menilai dan membuat keputusan. Walaupun pihak ini biasanya terlalu gengsi untuk mengakuinya. Mengatakan turut berbahagia dengan kesuksesan mereka yang pernah dipinggirkan, pun ada sesak di hati yang tidak bisa diutarakan. Karenanya, menjadi penting untuk mengawal proses perpindahan pemain dengan cara yang baik. Sehingga kesan yang muncul pun baik. Jika pun ternyata pemain yang dilepas memperoleh kesuksesan, pihak klub akan tetap memperoleh kredit positif. Klub hebat yang menyebarkan pemain-pemain hebat. Bukan klub bodoh yang membuang dan menyia-nyiakan talenta hebat. Apalagi dalam dunia sepakbola, yang telah ‘dibuang’ mungkin saja akan ‘dipungut’ lagi di kemudian hari.

Tell me I can’t, then watch me work twice as hard to prove you wrong” (Neymar Jr.)

Pilih Topskor Atau Juara Liga?

Football is a team sport and not an individual sport. We win as a team, and every individual is better if we are part of the team” (Fernando Torres)

Gelaran liga domestik sepakbola Eropa musim 2020/2021 berakhir sudah. Selain Bundesliga dengan Bayern Munich nya, di berbagai liga top Eropa muncul klub juara baru yang mengandaskan juara bertahan. Di Serie A, Inter Milan memutus dominasi Juventus. Di La Liga, Atletico Madrid mengalahkan dominasi Real Madrid dan Barcelona. Di league 1, Lille berhasil mematahkan dominasi PSG. Di Liga Portugal, Sporting Lisbon sukses mengakhiri dominasi Porto dan Benfica. Dan di setiap liga, sudah tentu ada pencetak gol terbanyak alias top scorer. Menariknya, mengesampingkan Bundesliga dengan Bayern Munich nya, banyak top scorer liga tidak berhasil membawa timnya menjuarai liga.

Cristiano Ronaldo yang merupakan pemain aktif dengan gol terbanyak di dunia, di musim ketiganya bersama Juventus akhirnya berhasil menjadi top scorer Serie A. Di musim perdananya 2018/2019, 21 gol Ronaldo kalah dari Quagliarella (Sampdoria) dan Zapata (Atalanta) yang mencetak 26 dan 23 gol. Di musim 2019/2020, 31 golnya tidak cukup untuk mengalahkan 36 gol Immobile (Lazio). Namun di dua musim sebelumnya, Ronaldo sukses membawa Juventus menjadi juara Serie A, sementara ketika Ronaldo berhasil menjadi top scorer Serie A, Juventus harus puas mengakhiri musim di posisi ke-4. Bahkan jika ditarik lagi ke belakang, terakhir kali top scorer Serie A menjuarai liga terjadi 12 tahun lalu pada musim 2008/2009, saat Ibrahimovic dengan 25 golnya berhasil membawa Inter Milan juara Serie A.

Di pentas La Liga, tanpa Ronaldo, Lionel Messi sukses menjadi top scorer La Liga dalam 5 musim terakhir. Namun torehan 30 golnya hanya mampu membawa Barcelona menutup musim di posisi ke-3, terpaut 7 dan 5 poin dari Atletico Madrid dan Real Madrid. Luis Suarez yang merupakan top skor juara La Liga Atletico Madrid dengan 21 golnya hanya ada di urutan ke-4 daftar top skor La Liga. Kondisi serupa terjadi di Ligue 1. Kylian Mbappe berhasil menjadi top scorer Ligue 1 untuk tiga musim berturut-turut. Namun 27 golnya hanya bisa mengantarkan PSG di posisi runner-up. Padahal jumlah tersebut jauh di atas Burak Yilmaz, top skor juara Ligue 1 Lille yang ‘hanya’ mencetak 16 gol.

Manchester City musim ini begitu dominan di Premier League. Paling banyak mencetak gol, paling sedikit kebobolan, ball possession dan pass accuracy tertinggi, serta sudah memastikan diri sebagai juara Premier League jauh-jauh hari. Namun Manchester City tidak dominan dalam urusan top scorer. Ilkay Gundogan yang merupakan top skor City ‘hanya’ mencetak 13 gol. Kalah jauh dari nama-nama seperi Kane, Salah, dan Fernandes. Bahkan jumlah golnya lebih sedikit dibandingkan Bamford, Son, Calvert-Lewin, Vardy, ataupun Watkins. Kondisi serupa terjadi di Liga Belanda. Ajax Amsterdam begitu mendominasi, paling banyak mencetak gol, paling sedikit kebobolan, ball possession, shot per game dan pass accuracy tertinggi, serta sudah memastikan diri sebagai juara Eredivisie jauh-jauh hari. Namun Dusan Tadic, top skor Ajax dengan 14 golnya hanya ada di peringkat ke-8 daftar top skor bersama Henk Veerman (SC Heerenveen) dan Lennart Thy (Sparta Rotterdam). Sementara top skor Eredivisie justru diperoleh Giakoumakis (26 gol) dari klub VVV-Venlo yang terdegradasi musim ini setelah hanya mencatatkan 6 kemenangan dan 5 laga imbang.

Sudah kerap terjadi, kesuksesan menjadi top skor tidak berbanding lurus dengan keberhasilan menjadi juara liga. Di Liga Champions musim ini pun juga menunjukkan bahwa Erling Haaland dengan 10 golnya berhasil menjadi top skor namun hanya mampu membawa Borussia Dortmund menjejak perempat final Liga Champions. Hal ini dapat dipahami, sosok ‘superman’ dalam tim akan memudahkan lawan membaca pola permainan. Cukup ‘matikan’ saja figur sentral seperti Ronaldo atau Messi. Atau lihat saja betapa tumpulnya Spurs tanpa sosok Kane dan atau Son. Atau bagaimana vitalnya peran Giakoumakis yang mampu mengamankan 18 poin bagi VVV-Venlo di Eredivisie musim ini. Tanpanya, VVV-Venlo akan menyudahi liga hanya dengan 5 poin hasil sekali menang dan dua kali imbang. Faktanya, VVV-Venlo kalah di semua pertandingan Eredivisie ketika Giakoumakis tidak bermain.

Lebih repotnya lagi, ego kerap muncul pada figur sentral ini. Padahal biasanya ‘superman’ ini kerap sudah difasilitasi dalam mengeksekusi penalti ataupun set piece. Kondisi berbeda diperlihatkan finalis liga champions. Tercatat ada 16 pemain Chelsea yang mencetak gol di Premier League, 6 pemain di antaranya terlibat dalam minimal 7 gol. Di Manchester City juga ada 16 pemain yang mencetak gol di Premier League, 8 di antaranya terlibat dalam minimal 8 gol. Relatif merata tanpa ada yang benar-benar menonjol. Rotasi pemain yang kerap dijalankan pun semakin memperlihatkan bahwa kedua finalis ini bermain sebagai tim. Chelsea memiliki 15 pemain yang pernah terpilih sebagai man of the match di laga premier league musim ini, sementara Manchester City ada 12 pemain.

Pada akhirnya, tim yang berorientasi pada ‘superteam’ lebih berpeluang juara dibandingkan tim yang mengandalkan ‘superman’. Gelar individu barangkali bisa diraih para ‘superman’ ini, namun tidak mudah memadukannya dengan gelar tim. Karena ada ego yang harus ditekan, kepercayaan yang perlu ditumbuhkan, dan kelapangan hati yang mesti dihidupkan. Bagaimanapun, satu tim dalam sepakbola terdiri atas 11 pemain, 1 atau 2 pemain sehebat apapun tentu tidak cukup. Para pemain sentral ini sudah memahami hal ini, bahkan tidak jarang menyampaikan statement bahwa yang terpenting adalah kemenangan tim dan bukan rekor pribadi. Sayangnya, kadang-kadang hal tersebut tidak tampak di lapangan. Apalagi mereka juga membawa bebannya sendiri sebagai pemain yang diandalkan. Padahal formulanya sederhana: tim unggul akan melahirkan pemain-pemain unggul, namun pemain unggul belum tentu dapat menghadirkan tim unggul. So, mau jadi ‘superman’ atau ‘superteam’?

No individual can win a game by himself” (Pele)

Bundesliga yang Membosankan

Bayern is already a champion, as always, it is boring and sad” (Bernd Leno)

Gelaran liga domestik sepakbola Eropa musim 2020/2021 usai sudah. Beberapa liga sudah memastikan juaranya sejak beberapa pekan lalu. Inter Milan sudah pasti juara Serie A Italia sejak 2 Mei 2021, di hari yang sama dengan Ajax Amsterdam yang mengunci gelar juara Eredivisie Liga Belanda. Sehari berselang giliran Zenit St Petersburg yang menjadi jawara Liga Rusia menyisakan dua pertandingan. Bayern Munich memastikan gelar Bundesliga pada 8 Mei, sementara Manchester City sudah memastikan gelar juara Liga Premier Inggris sejak 12 Mei lalu, di hari yang sama ketika Sporting Lisbon mengunci gelar juara Primeira Liga Portugal. Di antara liga domestic top di Eropa, praktis hanya La Liga Spanyol dan Ligue 1 Perancis yang penentuan juaranya sampai pekan terakhir.

Di antara liga-liga top Eropa, bisa dikatakan Bundesliga adalah liga yang paling tidak menarik. Di pekan terakhir, jatah untuk tim untuk berlaga di kompetisi Eropa sudah lengkap. Bayern Munich sudah pasti juara diikuti Leipzig di posisi runner up. Borussia Dortmund dan Wolfsburg sudah mengunci posisi 4 besar zona Liga Champions. Eintracht Frankfurt mengunci posisi 5 zona Liga Eropa, sementara Bayer Leverkusen aman di posisi 6 ikut playoff Liga Eropa. Lolosnya Arminia Bielefeld dari degradasi di pertandingan terakhir juga tidak terlalu dramatis. Hal serupa sebenarnya juga terjadi di Primeira Liga Portugal dimana posisi 5 besar yang berkesempatan ikut kompetisi eropa, juga posisi tim-tim yang akan degradasi sudah fiks sehingga pertandingan pekan terakhir tak lagi menentukan. Namun perlu dicatat bahwa terakhir kali Sporting Lisbon juara Liga Portugal terjadi pada 2002. Artinya, Sporting Lisbon musim ini berhasil mematahkan dominasi FC Porto dan Benfica yang bergantian juara selama 18 musim sebelumnya. Berbeda sekali dengan Bayern Munich yang mempertahankan juara Bundesliga 9 musim berturut-turut.

Liga-liga top Eropa musim ini melahirkan juara baru, kecuali Bundesliga. Selain Sporting Lisbon, di La Liga Atletico Madrid untuk kali kedua dalam 17 musim terakhir berhasil mematahkan dominasi Real Madrid dan Barcelona. Terakhir kali Atletico Madrid mematahkan dominasi tersebut pada musim 2013/2014 atau 7 tahun lalu. Di Ligue 1, Lille berhasil mematahkan dominasi PSG yang menjadi juara Liga Perancis 3 musim sebelumnya. PSG bahkan 7 kali menjadi juara Ligue 1 dalam 8 musim sebelumnya, hanya disela oleh AS Monaco pada musim 2016/2017. Di Serie A, Inter Milan merusak dominasi Juventus yang menjadi juara Liga Italia 9 musim sebelumnya secara berturut-turut. Di musim ini, Juventus bahkan harus puas mengakhiri liga di peringkat ke-4. Di Premier League, Manchester City menggantikan Liverpool sebagai jawara Liga Inggris. Kompetisi di Liga Inggris masih relatif ketat, tercatat ada 5 klub berbeda yang menjadi juara dalam 10 musim terakhir.

‘Parahnya’ lagi, dominasi Bayern Munich bukan hanya gelar juara liga, tetapi juga klub dengan gol terbanyak serta top skor liga. Di liga lain, juara liga tidak merangkap menjadi top skor liga. Sebutlah Harry Kane (Tottenham/ Premier League), Ronaldo (Juventus/ Serie A), Messi (Barcelona/ La Liga), dan Mbappe (PSG/ Ligue 1). Bahkan di Eredivisie yang didominasi Ajax musim ini, top skornya adalah Giakoumakis dari VVV-Venlo yang pernah dibantai Ajax 0-13 di kandang dan harus terdegradasi musim ini. Di Bundesliga, Robert Lewandowski dengan 41 golnya yang mematahkan rekor Gerd Muller 49 tahun lalu sebagai gol terbanyak Bundesliga dalam semusim, begitu mendominasi. Andre Silva (Eintracht Frankfurt) di posisi kedua ‘hanya’ mencetak 28 gol. Lewandowski meraih sepatu emas Eropa, sementara Lionel Messi di posisi runnerup ‘hanya’ mencetak 30 gol. Lewandowski pun menjadi top skor Bundesliga dalam 4 musim berturut, dan 6 kali menjadi top skor dalam 8 musim terakhir.

Selain juara liga, top skor, dan gol terbanyak, Bayern Munich juga mendominasi hampir di semua data statistis. Thomas Muller mencetak assist terbanyak Bundesliga musim ini dengan 18 assist. Die Roten juga unggul dari segi ball possession, shots per game, shots on target per game, dribbles per game, pass accuracy, dan ratings. Bayern Munich mengawali musim 2020/2021 dengan status treble winner dan langsung membantai Schalke 04 di pekan pertama 8 gol tanpa balas. Setelah merebut Piala Super Eropa, Bayern Munich sempat dikejutkan dengan kekalahan 4-1 dari Hoffenheim di pekan ke-2. Kekalahan ke-2 dirasakan Die Roten pada pekan ke-15 setelah ditundukkan 3-2 oleh Borussia Monchengladbach sehingga juara paruh musim jatuh di tangan Leipzig, seperti tahun sebelumnya. Dan semua akan Bayern Munich pada akhirnya.

Walaupun demikian, dominasi dalam Bundesliga bukanlah salah Bayern Munich, karena setiap klub sepakbola tentu mengharapkan kemenangan dan prestasi. Seperti kata pepatah: mempertahankan lebih sulit daripada meraih. Tantangan ini seharusnya bisa menjadi motivasi bagi klub lain untuk mematahkan dominasi tersebut. Memang tidak mudah, sebab prestasi berbanding lurus dengan dukungan finansial. Dan kekuatan finansial akan memudahkan tim dalam memilih pemain dan pelatih, serta memperkuat tim. Namun, apapun bisa terjadi di sepakbola. Nyatanya Lille berhasil menumbangkan dominasi klub kaya raya PSG di Ligue 1. Sebagai catatan, total skuad Lille (23 pemain) hanya senilai 239 juta euro, masih di bawah nilai Neymar (110 juta euro) plus Mbappe (160 juta euro) di PSG. Di musim ini pun, Bayern Munich sempat dikalahkan tim medioker Mainz 05 di pekan ke-31. Dan publik tentu banyak yang menantikan penantang juara Bundesliga yang akan berhasil mematahkan dominasi The Bavarians. Agar Bundesliga semakin kompetitif dan menarik, tidak terkesan monoton karena juaranya sudah dapat dipastikan.

Only Bayern Munich really have some sort of guarantee to win if they only catch a good day. All the others need really good days to win. I like it.” (Pierre Emerick Aubameyang)