Category Archives: iktibar

Antara ‘Ad dan Tsamud (1/2)

Kaum Tsamud dan `Ad telah mendustakan hari kiamat. Maka adapun kaum Tsamud, mereka telah dibinasakan dengan suara yang sangat keras. Sedangkan kaum ‘Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin.” (QS. Al Haqqah: 4-6)

Salah satu isi kandungan Al Qur’an adalah kisah-kisah terdahulu (Qashashul Qur’an) yang dapat diambil pelajaran (ibrah) darinya. Ibrah ini tidak melulu bisa diambil dari keteladanan pada Nabi, Rasul, dan orang-orang shalih. Namun Al Qur’an kerap mendorong umat Islam untuk memperhatikan kesudahan umat-umat terdahulu yang mendustakan Rasul. Salah dua di antaranya adalah kisah kaum ‘Ad dan kaum Tsamud yang ternyata memiliki banyak kesamaan. Termasuk kesamaan pembelajaran.

Nabi Hud a.s. diutus kepada kaum ‘Ad, sementara Nabi Saleh a.s. diutus kepada kaum Tsamud. Kedua Nabi dan Rasul ini berasal dari Arab, merupakan keturunan Sam, anak Nabi Nuh a.s., dan diutus kepada kaumnya sendiri. Kisah keduanya diceritakan dalam berbagai surah dan ayat Al Qur’an, namun penyebutan keduanya jauh lebih sedikit dibandingkan penyebutan kaum yang didakwahinya. Contohnya dalam surah Al Haqqah di atas, ketika kaum ‘Ad dan Tsamud disebut dua kali, Nabi Hud a.s. ataupun Nabi Saleh a.s. tak ada yang disebutkan. Dalam Al Qur’an, kaum ‘Ad disebutkan sebanyak 24 kali, sementara Nabi Hud a.s. hanya disebutkan 7 kali. Kaum Tsamud disebutkan dalam Al Qur’an sebanyak 26 kali, sementara Nabi Saleh a.s. hanya disebutkan 9 kali. Seakan pelajaran mengenai perilaku hingga kebinasaan dua kaum ini harus lebih mendapat perhatian dibandingkan sepak terjang Nabi yang diutus ke kaum-kaum tersebut.

Menariknya lagi, tempat tinggal kedua kaum ini dijadikan nama Surah dalam Al Qur’an. Kaum ‘Ad tinggal di Al Ahqaf (bukit-bukit pasir), sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al Ahqaf ayat 21, “Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Ad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al Ahqaf dan sesungguhnya telah berlalu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan): “Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar”. Adapun kaum Tsamud tinggal di Al Hijr (pegunungan batu), sebagaimana Firman-Nya dalam Surah Al Hijr ayat 80, “Dan Sesungguhnya penduduk-penduduk negeri Al Hijr telah mendustakan rasul-rasul”.

Kaum ‘Ad dan Tsamud menyembah berhala, meneruskan tradisi kemusyrikan. Berhala yang disembah kaum ‘Ad awalnya dibuat untuk menghormati nenek moyang mereka yang selamat dari banjir besar di zaman Nabi Nuh a.s., sementara kaum Tsamud menyembah berhala karena meneruskan tradisi nenek moyang mereka, termasuk kaum ‘Ad. Karenanya Nabi Hud a.s. dan Nabi Saleh a.s. diutus untuk memurnikan tauhid kepada Allah SWT, namun keduanya didustakan. Kaum ‘Ad berkata, “Apakah kedatanganmu kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika kamu benar!” (QS. Al A’raf:70). Sementara kaum Tsamud berkata, “Hai Saleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? Dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami.” (QS. Hud: 62).

Kaum ‘Ad dan Tsamud mendustakan para Rasul, tidak bersyukur atas nikmat yang diberikan, berlaku sombong bahkan menantang untuk diazab. Nabi Hud a.s. berpesan kepada kaum ‘Ad, “Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak, dan anak-anak, dan kebun-kebun dan mata air, sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar”. Mereka menjawab: “Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasehat atau tidak memberi nasehat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan diazab” (QS. Asy Syu’ara: 132-138). Demikian pula halnya dengan kaum Tsamud, bahkan setelah ditunjukkan mukjizat keluarnya unta dari batu besar, mereka tetap ingkar. “Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu”. Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: “Hai Shaleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)” (QS. Al A’raf: 76-77).

(bersambung)