Pada suatu waktu, seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas r.a. mengenai tiga hal. Orang tersebut bertanya mengenai hari yang paling baik, bulan yang paling baik dan amal perbuatan yang paling baik. Ibnu Abbas r.a. yang dijuluki ulama generasi shahabat pun menjawab, “Hari yang paling baik adalah hari Jum’at, dan sebaik-baik bulan adalah bulan Ramadhan serta sebaik-baik amal perbuatan adalah shalat fardhu lima waktu tepat pada waktunya”. Jawaban tersebut jelas bukan tanpa dasar, semuanya ada dalilnya yang bersumber dari Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim misalnya, disebutkan bahwa hari terbaik adalah hari Jum’at, hari dimana Adam diciptakan, dimasukkan ke surga dan dikeluarkan dari surga. Hari Jum’at merupakan pemuka hari-hari yang lain bagi umat Islam, didalamnya juga terdapat satu waktu khusus diijabahnya do’a. Hari Jum’at juga merupakan satu-satunya hari yang tercantum sebagai nama surah dalam Al Qur’an.
Sementara itu untuk Ramadhan, Rasulullah SAW bersabda, “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah SWT mewajibkan puasa di dalamnya. Pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikan, maka dia tidak memperoleh apa-apa” (HR. Ahmad dan An Nasa’i). Ramadhan juga merupakan satu-satunya bulan yang namanya disebut dalam Al Qur’an. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, ketika Ibnu Mas’ud r.a. bertanya mengenai amal yang paling afdhal, Rasulullah SAW menjawab shalat tepat pada waktunya, baru kemudian beliau menjawab lagi berbakti kepada kedua orang tua dan jihad fisabilillah. Ustman bin Affan r.a. berkata, “Barangsiapa selalu mengerjakan shalat lima waktu tepat pada waktu utamanya, maka Allah SWT akan memuliakannya dengan sembilan kemuliaan, yaitu dicintai Allah SWT, badannya selalu sehat, keberadaannya selalu dijaga malaikat, rumahnya diberkahi, wajahnya menampakkan jati diri orang shalih, hatinya dilunakkan oleh Allah SWT, dia akan menyeberang sirath seperti kilat, dia akan diselamatkan Allah SWT dari api neraka, dan Allah SWT akan menempatkannya di surga kelak bertetangga dengan orang-orang yang tidak ada rasa takut bagi mereka dan tidak pula bersedih hati”.
Jelaslah sudah keutamaan hari Jum’at, bulan Ramadhan dan shalat tepat waktu tanpa harus disampaikan semua dalil yang mendukungnya. Rasulullah SAW bersabda, “Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at lainnya, Ramadhan ke Ramadhan yang lain adalah penghapus dosa antara keduanya selama dosa-dosa besar dijauhi” (HR. Muslim). Ibnu Abbas r.a. wafat pada hari Jum’at, kemudian tiga hari berikutnya kabar tentang pertanyaan dan jawaban Ibnu Abbas r.a. tersebut sampai kepada Ali bin Abi Thalib r.a., lalu beliau berkata, “Apabila semua ulama, hukama dan fuqaha dari ujung barat sampai ujung timur ditanya tentang hal itu, maka mereka akan menjawab sama dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Abbas ra, tapi aku punya jawaban sendiri. Sesungguhnya sebaik-sebaik amal perbuatan adalah amal perbuatanmu yang diterima Allah SWT. Sebaik-baik bulan adalah bulan dimana kamu bertaubat kepada-Nya dengan taubat nasuha. Dan hari yang terbaik adalah hari dimana kamu meninggal dunia dengan membawa iman kepada Allah SWT.”
* * *
Tak terasa, Ramadhan telah berlalu padahal sepertinya baru kemarin datang menyapa. Sepeninggal Ramadhan yang baru beberapa hari ini sudah ada berbagai hal yang dirindukan, saat bangun malam bersama untuk makan sahur, masjid-masjid yang ramai dengan tadarus qur’an, waktu berbuka puasa bersama, tarawih bersama, dan sebagainya. Selepas Ramadhan yang belum genap sepekan ini sudah mulai terlihat berbagai perubahan, masjid-masjid mulai kembali sepi, acara-acara televisi kembali jauh dari nuansa religius, nafsu makan dan tidur tak lagi terkendali, Al Qur’an kembali dilupakan, shalat malam ditinggalkan dan berbagai kebiasaan lama kembali dilakukan. Ibadah Ramadhan yang belum tentu diterima pun lenyap tak berbekas. Jangan-jangan inilah yang disebut dalam sebuah hadits betapa banyak orang yang berpuasa namun hanya mendapat lapar dan dahaga saja. Wahb ibnul Wardi pernah melihat sekelompok orang yang bersuka cita dan tertawa di hari Idul Fitri, ia pun berkata, “Apabila puasa mereka diterima di sisi Allah SWT, apakah tindakan mereka tersebut gambaran orang yang bersyukur kepada-Nya? Dan jika ternyata puasa mereka tidak diterima, apakah tindakan mereka itu adalah gambaran orang yang takut akan siksa-Nya?”. Na’udzubillah
Jika kita meneladani para salafush shalih, mereka cenderung bersedih dengan perginya bulan Ramadhan, khawatir amal ibadah mereka di bulan Ramadhan tidak diterima Allah SWT. Kekhawatiran itu mendorong mereka untuk terus fokus menyempurnakan amal, sebagaimana pesan Ali bin Abi Thalib r.a., “Hendaklah kalian lebih memperhatikan bagaimana agar amal kalian diterima daripada hanya sekedar beramal. Tidakkah kalian menyimak firman Allah AWJ ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa’ (QS. Al Maidah : 27)”. Upaya untuk terus memperbaiki amal dan meningkatkan ketakwaan inilah yang membuat para salafush shalih mampu menghidupkan nuansa Ramadhan di luar bulan Ramadhan. Tidak berlebihan jika sebagian ulama salaf mengatakan bahwa para shahabat berdo’a kepada Allah SWT selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadhan. Kemudian mereka pun berdo’a selama 6 bulan berikutnya agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima-Nya. Do’a tentunya diiringi dengan usaha sehingga sepanjang tahun nuansa Ramadhan berhasil mereka hidupkan.
Kita perlu mawas diri jika ibadah Ramadhan tidak berbekas di hari-hari setelah Ramadhan, jangan-jangan ibadah Ramadhan kita tidak diterima. Karena sesungguhnya, di antara balasan bagi amalan kebaikan adalah amalan kebaikan yang ada sesudahnya. Sedangkan hukuman bagi amalan yang buruk adalah amalan buruk yang ada sesudahnya. Oleh karena itu, barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan amalan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama. Ramadhan memang bulan penuh ampunan dan penghapus dosa, namun bukan berarti di sebelas bulan lainnya kita bebas berbuat dosa dan kemaksiatan. Tidak salah bahwa Ramadhan adalah pemimpin para bulan yang penuh keutamaan, namun untuk memperoleh keutamaan itu tentu ada syarat yang harus dipenuhi. Tanpanya, Ramadhan hanya akan jadi bulan biasa saja. Sebaliknya, bulan-bulan selain Ramadhan bisa jadi penuh keutamaan jika kita mampu mengisinya dengan berbagai kebaikan.
Seorang sufi bernama Sheikh Bisyr Al Hafi berkata, “Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengetahui hak Allah kecuali di bulan Ramadhan. Orang shaleh akan selalu bersungguh-sungguh beribadah sepanjang tahun”. Pernyataan yang sangat menohok. Imam Hasan Al Basri juga menegaskan, “Sesungguhnya Allah tidak membatasi amal seorang mukmin dengan suatu waktu tertentu selain kematian”. Kemudian beliau membaca firman Allah SWT, Surah Al Hijr ayat ke-99, “Dan sembahlah Rabb-mu sampai kematian mendatangimu”. Jadi, sungguh tidak tepat jika semangat beramal dibatasi oleh bulan Ramadhan sementara kita tidak tahu apakah amal kita diterima Allah SWT. Sungguh tidak layak jika Ramadhan hanya menjadi musim berbuat baik sementara di setiap bulan kita mampu mengisinya dengan kebaikan. Dan sungguh tidak pantas jika semangat ibadah hanya mengisi hari-hari Ramadhan sementara kita tidak tahu kapan maut kan datang menjemput.
Secara kontekstual, Ramadhan memang bulan terbaik. Namun secara lebih substansial keutamaan bulan Ramadhan dapat terus ada di bulan-bulan selanjutnya jika kita dapat terus menjaga dan meningkatkan kualitas amal ibadah kita. Nuansa indah Ramadhan takkan kemana jika kita mampu istiqomah menghadirkannya, menghidupkan Ramadhan di luar bulan Ramadhan. Dan istiqomah memang tidak mudah, karenanya Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang mampu istiqomah. Semoga kita mampu menjadi seorang Rabbani yang selalu beribadah kepada Allah SWT di setiap waktu dan setiap tempat, bukan seorang ‘Rajabi’, ‘Sya’bani’, ‘Ramadhani’ atau orang-orang yang hanya semangat beribadah di bulan tertentu saja. Karena perintah untuk bertakwa tidak hanya ada di bulan Ramadhan. Karena Allah SWT mencintai amal yang terjaga konsistensinya.
“Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya: istiqomahlah dalam beramal dan berkatalah yang jujur/ benar) dan mendekatlah kalian (mendekati amalalan istiqomah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun di antara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit”
(HR. Bukhari)
Recent Comments