“Kulihat bunga di taman, indah berseri menawan. Cantik anggun nan jelita, melambai – lambai mempesona…. Ada bertangkai mawar kaya akan wewangian, khasanah yang memerah, kuning, ungu dan merah jambu. Ada si lembut melati pantulkan putih nan suci, tebarkan harumnya yang khas tegar baja di medan ganas. Si kokoh anggrek berbaris serumpun, menanti siraman kasih sejuk air jernih. Senyum lembut dahlia palingkan gundah lara…”
(‘Bimbang’, Suara Persaudaraan)
Suatu hari, seorang guru dan seorang pemuda sedang duduk di bawah pohon di tengah padang rumput. Kemudian si pemuda bertanya, “Guru, saya ingin bertanya bagaimana cara menemukan pasangan hidup? Bisakah Guru membantu saya?”. Sang Guru diam sesaat kemudian menjawab, “Itu pertanyaan yang gampang – gampang susah”. Pemuda itu dibuat bingung oleh jawaban gurunya. Sang Guru meneruskan, “Begini, coba kamu lihat ke depan, banyak sekali rumput disana. Coba kamu berjalan kesana tapi jangan berjalan mundur, tetap berjalan lurus ke depan. Ketika berjalan, coba kamu temukan sehelai rumput yang paling indah, kemudian berikan kepada saya, tapi ingat, hanya sehelai rumput”
Pemuda itu berjalan menyusuri padang rumput yang luas. Dalam perjalanan itu dia menemukan sehelai rumput yang indah namun tidak diambilnya karena dia berfikir akan menemukan yang lebih indah di depan. Terus begitu sehingga tanpa pemuda itu sadari, ia telah sampai di ujung padang rumput. Akhirnya, dia mengambil sehelai rumput yang paling indah yang ada kemudian kembali ke Gurunya. Sang Guru berkata, “Saya tidak melihat ada yang spesial pada rumput yang ada di tanganmu”. Pemuda itu menjelaskan, “Dalam perjalanan saya menyusuri padang rumput tadi, saya menemukan beberapa helai rumput yang indah, namun saya berfikir saya akan menemukan yang lebih indah dalam perjalanan saya. Tetapi tanpa saya sadari saya telah berada di akhir padang rumput dan kemudian saya mengambil sehelai rumput yang paling indah yang ada di akhir padang rumput itu karena Guru melarang saya untuk kembali.”
Guru menjawab dengan tersenyum, “Itulah yang terjadi di kehidupan nyata. Rumput andaikan orang – orang yang ada di sekitarmu, rumput yang indah bagaikan orang yang menarik perhatianmu dan padang rumput bagaikan waktu. Dalam mencari pasangan hidup, jangan selalu membandingkan dan berharap bahwa ada yang lebih baik. Karena dengan melakukan itu kamu telah membuang – buang waktu dan ingat waktu tidak pernah kembali”
* * *
Hari berganti hari, waktu terus berputar tiada henti. Usia terus bertambah, tak terasa banyak kesempatan yang berlalu sudah. Alangkah beruntung mereka yang dapat mengoptimalkan waktu dan setiap kesempatan yang dimilikinya untuk kebaikan. Waktu dan kesempatan adalah karunia termahal yang Allah berikan kepada hamba-Nya namun kerap dilalaikan. Ketika karunia tersebut telah terlewat, baru seringkali penyesalan mengiringinya, padahal waktu dan kesempatan tidak dapat kembali meskipun ditebus dengan apapun, dengan harga berapapun. Lebih parahnya lagi, kebiasaan menyia-nyiakan waktu dan melewatkan kesempatan dapat menjadi penyakit akut yang sulit diobati. Waktu demi waktu begitu saja berlalu, kesempatan demi kesempatan begitu mudah terlewatkan. Imam Hasan Al Bashri berkata, “Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu hanyalah kumpulan dari waktu, bila berlalu waktumu maka berlalulah sebagian dari dirimu. Dan bila sebagian sudah berlalu, maka dekat sekali akan berlalu semuanya.”
Melalaikan waktu dan melewatkan kesempatan memang tidak selalu menimbulkan kerugian yang jelas tampak, namun mereka yang memahami hakikat waktu dan kesempatan pastilah menyadari bahwa tiap jenak waktu yang tersia adalah musibah dan tiap kesempatan yang terlewat adalah kerugian. Syaikh As-Sa’di berkata, ”Salah satu bukti kebijaksanaan takdir dan hikmah ilahiyah, yaitu barangsiapa yang meninggalkan apa yang bermanfaat baginya –padahal memungkinkan baginya untuk memetik manfaat itu lantas dia tidak mau memetiknya— maka dia akan menerima cobaan berupa disibukkan dengan hal-hal yang mendatangkan mudharat terhadap dirinya.”
Begitu berharganya waktu dan kesempatan ini, sehingga dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah berpesan kepada Ibnu Umar, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau orang yang singgah di perjalanan. Kalau engkau berada di waktu pagi jangan menunggu datangnya waktu sore. Kalau engkau berada di waktu sore jangan menunggu datangnya waktu pagi. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan gunakanlah masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” Dan kesempatan ini harus dimanfaatkan sesegera mungkin, tanpa harus menundanya. “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran : 133)
Salah satu karakter waktu adalah cepat berlalu dan salah satu karakter kesempatan adalah mudah terlewatkan. Karenanya, sikap malas dan suka menunda dalam menyikapi waktu dan kesempatan ini punya dampak lebih jauh lagi, yaitu dapat mengeraskan hati. Sehingga betapapun banyak kesempatan yang ditawarkan, masukan yang disampaikan ataupun bantuan yang diberikan, tidak akan memberikan pengaruh dikarenakan penyikapan negatif yang terpelihara tersebut. “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hadid : 16)
Kesempatan seperti taufik dan hidayah, sumbenya dari Allah dan tidak semua orang mendapatkannya. Ketika kesempatan itu datang, yang perlu dilakukan adalah menyambutnya dalam rangka bersegera dalam kebaikan. Jika kita terus melewatkan kesempatan yang tidak selalu datang, kita akan semakin mudah untuk melewatkan banyak kesempatan lain dan pada akhirnya nanti hanya penyesalan yang ada ketika kesempatan tersebut tak lagi ada. Perlu disadari bahwa kesehatan, waktu muda, harta, kelapangan, ataupun itu terbatas. Lakukan segala hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kesempatan yang masih diberikan sehingga menimbulkan efek bola salju kebaikan yang lebih besar. Dan Ibnu Qayyim telah mengatakan, ”Kalau ternyata segala kebaikan bersumber dari taufik, sedangkan ia berada di tangan Allah bukan di tangan hamba, maka kunci untuk mendapatkannya adalah do’a, perasaan sangat membutuhkan, ketergantungan hati yang penuh kepada-Nya, serta harapan dan rasa takut kepada-Nya”
* * *
“Kesenangan yang datang tak akan selamanya, begitulah selepas susah ada kesenangan. Seperti selepas malam, datangnya siang. Oleh itu, waktu senang jangan lupa daratan. Gunakan kesempatan untuk kebaikan sebelum segalanya terlepas dari genggaman. Kelak menyesal nanti tak berkesudahan, apa gunanya sesalan hanya menekan jiwa…” (‘Sketsa Kehidupan’, The Zikr)
Ps. Kali ini kesempatan yang diberikan jangan lagi dilewatkan begitu saja… ^_^
Recent Comments