Tag Archives: perjuangan

Antara Do’a dan Perjuangan

Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian. Sakit-sakit dahulu, susah-susah dahulu, baru kemudian bersenang-senang. Pahit rasanya empedu, manis rasanya gula. Sakit-sakit dahulu, susah-susah dahulu, baru kemudian berbahagia. Berjuang (berjuang), berjuang sekuat tenaga. Tetapi jangan lupa perjuangan harus pula disertai doa. Rintangan (rintangan), rintangan sudah pasti ada. Hadapilah semua dengan tabah juga dengan kebesaran jiwa” (‘Perjuangan dan Do’a’, Rhoma Irama)

Do’a tanpa berjuang adalah kosong, berjuang tanpa do’a adalah sombong’, demikianlah hubungan erat antara do’a dan perjuangan. Sejak zaman dahulu, do’a memang senantiasa mengiringi perjuangan. Dalam Al Qur’an banyak sekali lantunan do’a yang mengiringi perjuangan para Nabi. “Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar. Dan tidak lain ucapan mereka hanyalah doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS. Ali ‘Imran: 146-147). Salah satu do’a yang mengiringi perjuangan adalah do’a pasukan Thalut ketika menghadapi pasukan Jalut yang jauh lebih banyak, mereka berdo’a, “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kokohkanlah langkah kami dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 250).

Dalam hadits juga banyak ditemukan riwayat mengenai do’a-do’a yang mengiringi perjuangan Rasulullah SAW dan kaum muslimin. Salah satu do’a Rasulullah SAW yang dikenal adalah ketika perang Badar, beliau menghadap kiblat, menengadahkan kedua belah tangannya dan berdoa, “Ya Allah, wujudkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku… Ya Allah, berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku… Ya Allah, jika Engkau binasakan tentara Islam ini, Engkau tidak akan diibadahi di muka bumi ini…” Hadits yang cukup panjang ini dimuat dalam Shahih Muslim dari Umar bin Khattab r.a, dan ditutup dengan turunnya ayat Al Qur’an sebagai pertanda diijabahnya do’a Rasulullah SAW. “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu. Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al Anfal: 9).

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya’, demikian kalimat pembuka alinea ketiga Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hasil akhir suatu perjuangan memang menjadi ketentuan yang Allah SWT tetapkan. Manusia hanya bisa berjuang dengan segenap kemampuan, namun Allah SWT jua yang menentukan. Do’a adalah senjata penguat perjuangan yang dapat memengaruhi hasil akhir. Karena do’a sebegitu dahsyatnya sampai bisa mengubah takdir yang masih bisa diubah. Do’a merupakan komponen penting yang menentukan keberhasilan.

Dengan mengesampingkan para materialis yang tidak meyakini do’a dan hal-hal yang sifatnya spiritual, terkait hubungan do’a dengan perjuangan ini masih ada beberapa kekeliruan dalam implementasinya. Pertama, mereka yang tidak banyak berjuang atau belum optimal dalam berjuang, namun meyakini do’a akan menutupinya sehingga kemenangan pun sudah tinggal menunggu waktunya. Mereka lupa bahwa diijabahnya suatu do’a ada serangkaian prasyaratnya, salah satunya adalah sudah maksimalnya ikhtiar. Kedua, mereka yang memandang do’a sebatas pelengkap perjuangan, hanya ada di akhir setelah lelah berjuang. Ini juga tidak tepat, sebab do’a sejatinya mengiringi perjuangan sejak awal hingga akhir. Bahkan do’a akan memperkuat langkah seseorang untuk mulai menapaki medan juang.

Ada juga mereka yang beranggapan tujuan akhir perjuangan adalah kemudahan, sehingga do’anya adalah keberhasilan yang menjanjikan kenyamanan tanpa proses yang menyulitkan. Sejatinya kehidupan adalah sekumpulan ujian, sekumpulan perjuangan. Kehidupan tidak pernah menjanjikan kemudahan, apalagi perjuangan. Alih-alih berdo’a untuk diringankan beban perjuangan, akan lebih baik untuk memohon bahu yang lebih kokoh untuk memikul beban perjuangan. Sebab besarnya ujian dan tingginya pengorbanan dalam berjuang, akan seiring dengan meningkatnya kualitas seseorang. Semoga kita diberikan kemampuan untuk terus ada di medan juang, terus berjuang, meningkat kualitasnya dengan gemblengan perjuangan, dan akhirnya dapat menikmati akhir dari kenikmatan berjuang. Di dunia. Dan di akhirat kelak. Aamiiin…

Tuhanku, bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk menyadari manakala ia lemah. Dan cukup berani untuk menghadapi dirinya sendiri manakala ia takut. Manusia yang memiliki rasa bangga dan keteguhan dalam kekalahan, rendah hati dan jujur dalam kemenangan. Bentuklah puteraku menjadi seorang yang kuat dan mengerti, bahwa mengetahui serta mengenal diri sendiri adalah dasar dari segala ilmu yang benar. Tuhanku, janganlah puteraku Kau bimbing pada jalan yang mudah dan lunak. Biarlah Kau bawa dia ke dalam gelombang dan desak kesulitan tantangan hidup. Bimbinglah puteraku supaya dia mampu tegak berdiri di tengah badai serta berwelas asih kepada mereka yang jatuh. Bentuklah puteraku menjadi manusia berhati bening dengan cita-cita setinggi langit. Seorang manusia yang sanggup memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Seorang manusia yang mampu meraih hari depan tapi tak melupakan masa lampau. Dan setelah segala menjadi miliknya semoga puteraku dilengkapi hati yang ringan untuk bergembira serta selalu bersungguh-sungguh namun jangan sekali-kali berlebihan. Berikan kepadanya kerendahan hati, kesederhanaan dan keagungan yang hakiki, pikiran cerah dan terbuka bagi sumber kearifan dan kelembutan dari kekuatan yang sebenarnya sehingga aku, orang tuanya, akan berani berkata: ’hidupku tidaklah sia-sia’.” (Do’a Douglas Mac Arthur* kepada puteranya, ditulis pada masa-masa paling sulit di awal Perang Pasifik)

*Douglas Mac Arthur merupakan salah satu perwira perang dunia II dari Amerika Serikat yang akhirnya dianugerahi Jenderal Bintang Lima, dan turut berjasa merebut Papua dari cengkraman Jepang

Kembali Meniti Jalan Ini

Kembali meniti jalan ini setelah empat tahun bertualang ke medan juang yang lain. Ada romantika masa lalu yang sempat menyeruak. Mulai dari diskusi ringan dengan adik-adik, bermalam bersama di rumah kedua, hingga kebahagiaan melihat pancaran sinar mata mereka yang penuh harapan. Ada trauma menggelitik yang turut menyertai. Mulai dari mengurai masalah mereka yang tak merasa salah, mencoba memenuhi tuntutan dengan tidak memanjakan, hingga berbagai problematika dan dinamika dalam membina manusia.

Kembali meniti jalan juang ini, ternyata sudah banyak yang berubah. Rekan-rekan seperjuangan sudah banyak yang berganti peran. Adik-adik yang dulu dididik sudah beralih fungsi dan posisi turut menentukan arah perjalanan ini. Masalah kian bertambah seiring bertambahnya usia, kebijakan pun sudah banyak berubah. Rasa kepemilikan dan semangat perjuangan juga mengalami transformasi. Sekat – sekat yang terlihat dan tidak terlihat semakin kuat terasa. Entah mungkin diri ini yang semakin menua. Atau sekadar dilema adaptasi di masa transisi. Atau mungkin sebatas post power syndrome?

Kembali menyusuri jalan penuh kenangan. Ada tawa, tangis, suka, duka, marah, dan gembira di masa lalu yang terlintas. Menumbuhkan kembali cinta yang sempat teralihkan, menghapus kelelahan yang pernah bersemayam. Di jalan ini hubungan silaturahim banyak terjalin. Di jalan ini pula bertebaran berbagai hikmah dan pembelajaran yang mendewasakan. Tantangan yang berbeda tidak dapat dihadapi dengan cara yang sama. Terus berkembang dan tumbuh bersama.

Kembali meniti kanal kontribusi ini, banyak pekerjaan yang perlu dilakukan, paradigma yang perlu diluruskan, konsep dan struktur yang perlu diperbaiki, dan jembatan yang perlu dibangun. Waktu untuk berbenah tidak banyak, tidak boleh larut dalam gagasan sebatas angan. Selalu ada kebaikan dalam setiap ketentuan-Nya. Seorang pejuang sejati tidak memikirkan bagaimana dirinya akan ditempatkan dalam sejarah, namun ia akan berpikir bagaimana kelak dirinya akan ditempatkan di sisi Rabb-nya. Jalan ini, adalah jalan kontribusi ‘tuk meraih Ridha Ilahi…

Bekal Perjalanan

Wahai orang – orang yang melakukan perjalanan. Perjalanan ini hanya bisa dilalui dan tercapai tujuannya dengan keseriusan yang tinggi dan perjalanan di waktu malam. Andai ada seseorang yang tidak bisa sungguh – sungguh di jalan ini, lalu ia tidur di waktu malam. Kapankah ia akan mencapai tujuannya?
(Ibnu Qayyim)

Jalan perjuangan memang panjang. Menempuhnya jelas bukan perkara yang mudah. Untuk itulah diperlukan bekal dalam menjalaninya. Bekal agar seorang pejuang tetap kuat dan lebih kuat, dapat menghadapi segala kesulitan dan rintangan. Bekal yang membuat seorang pejuang tetap memiliki tekad yang tinggi untuk melakukan kebaikan.

Dan bekal itu adalah keikhlashan. Keikhlashanlah yang menjadi syarat diterimanya amal. Keikhlashanlah yang akan membuat suatu amal akan terjaga kontinyuitasnya, tidak terputus di tengah jalan. Keikhlashan yang akan mengusir semua bimbang, tidak mendahulukan kepentingan pribadi dan tidak tertipu oleh motivasi duniawi. Keikhlashanlah yang dapat membuat seorang pejuang memiliki kekuatan tiada batas, seperti ungkapan seorang ulama, “Hanya mereka yang mampu tegar di jalan ini, yang dapat merasakan kenikmatan perjuangan. Berbagai hambatan terasa sebagai kenikmatan dalam beraktivitas dan menambah dinamika pergerakan, sebab telah diyakini di dalam dada bahwa Allah akan menolong prajurit-Nya. Bisa jadi mereka tak punya apa-apa, namun faham mereka masih memiliki Allah dalam dada. Dan itulah letak kekuatan…

Dan bekal itu adalah ilmu. Ilmulah yang harus melandasi semua amal. Ilmu akan membantu pejuang untuk mengetahui, mengantisipasi dan menghadapi kesulitan-kesulitan perjuangan. Ilmulah yang membuat seseorang dapat membedakan baik dan buruk suatu amal serta dapat pula memprioritaskan amal. Ilmu akan menjaga seorang pejuang dari kebingungan dan ketersesatan. Ilmulah yang menjadi senjata untuk memperoleh tujuan yang dicita-citakan. Barangsiapa ingin sukses di dunia hendaklah dengan ilmu. Barangsiapa ingin sukses di akhirat hendaklah dengan ilmu. Dan barang siapa ingin sukses di dunia dan akhirat hendaklah dengan ilmu…

Dan bekal itu adalah rekan-rekan seperjuangan. Saudara-saudara yang memiliki kesamaan visi dan dapat saling menguatkan. Teman-teman perjalanan yang dapat mendatangkan keberkahan dan ridho dari Allah. Ya, memang tak banyak yang dapat dilakukan sendirian. Kebersamaan dalam menempuh perjalanan akan membuat perjalanan lebih aman, ada yang meluruskan kekeliruan langkah dan menguatkan prestasi yang diraih. Kebersamaan akan menciptakan banyak variasi amal, saling melengkapi dan menyempurnakan. Rekan-rekan seperjuangan dapat mendatangkan maghfirah Allah, melipatgandakan kebaikan yang dilakukan dan meringankan penderitaan perjuangan. Seperti ungkapan idah dari Syaikh Musthafa Masyhur, “Cinta dan ukhuwah sangat berguna terutama ketika terjadi ujian yang sangat keras. Sebab seorang Al-Akh akan merasakan keteduhan, kelembutan dan ketentraman kalau pada saat ujian menghebat ia bersama-sama saudaranya. Kata-kata yang baik, nasehat dengan kebenaran dan kesabaran, senyum yang ramah dan simpati yang mendalam dapat meringankan penderitaan bagaimanapun beratnya ujian menimpa…

Bekal perjalanan tidak terbebas dari fitnah. Salah satu fitnah keikhlashan adalah riya’ dan ujub. Salah satu fitnah ilmu adalah sok tahu dan kesombongan. Dan salah satu fitnah berjama’ah adalah permasalahan dan perbedaan personal. Bekal perjalanan itu memang ada bukan untuk dihabiskan, melainkan harus terus terjaga sampai akhir amal, mesti tetap terpelihara hingga tercapainya tujuan. Saudara-saudaraku, mari terus berjuang dalam naungan Rahmat dan Ridho-Nya…

Iblis akan unggul atas manusia bila berhasil memunculkan salah satu dari tiga sifat. Kekaguman (ujub) pada diri sendiri, melebih-lebihkan amal sendiri dan kelupaan atas dosa-dosa yang dilakukan.
(Fudhail bin Iyadh)

Wallahu a’lam bishawwab